Skip to toolbar

METAMORFOSIS KUPU-KUPU TELANJANG

Perempuan hari ini diibaratkan kepompong, ketika cara kita memandang kepompong sebagai suatu makhluk lemah dan tak berguna. Maka kepompong itu akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu bersayap namun tak terlihat (kupu-kupu telanjang).

Tulisan ini berangkat ketika saya menyaksikan sebuah pamflet promosi motor yang berada di pojok kanan, disitu terdapat gambar perempuan cantik, putih, seksi, dan menggunakan gaun merah. Saya kemudian berpikir kenapa kebanyakan iklan di media online maupun cetak selalu menggunakan perempuan sebagai modelnya? Lantas timbul pertanyaan “Kenapa bukan laki-laki?,” jawabannya ialah karena hubungan perempuan dan media pada hakikatnya adalah hubungan yang kompleks dan problematis. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang peran media dalam perbaikan status perempuan, menunjukkan dua gejala patologis. Pertama, betapa perempuan di berbagai media di dunia dicitrakan hanya berdasarkan stereotip. Kedua, dalam kaitannya dengan dunia kerja perempuan di institusi media, perempuan hanya terlibat atas kerja-kerja administratif belaka dan jarang menempati posisi strategis yang penting.

Perempuan Dimata Periklanan Media Sosial.

Berbicara tentang iklan,  dalam pandangan feminisme periklanan seperti itu dipandang sebagai bentuk eksploitasi terhadap perempuan dimana, kerap kali dijadikan sebagai objek seksual. Begitu banyak realitas yang membuktikan bahwa perempuan tak luput dari dunia periklanan untuk pengeksploitasian dan dijadikan objek utama yang menciptakan citra seorang perempuan. Contohnya, iklan pewangi ketika seorang memakai pewangi pada pakaiannya maka secara otomatis laki-laki menghampiri untuk mencium aromanya, bukan hanya sampai disitu saja iklan seperti sabun, handbody atau kosmetik cenderung memperlihatkan lekuk tubuh ataupun bagian-bagian tubuh perempuan yang mulus nan putih.
Iklan seakan telah mengkonstruk pemikiran masyarakat dimana perempuan diciptakan untuk dikonsumsi oleh khalayak banyak. Selain itu media menjadi patokan masyarakat bagaimana seharusnya citra seorang perempuan dikatakan perempuan. Keindahan perempuan sering kali dijadikan komoditif utama dan sebagai simbol dalam seni-seni komersial.

Menurut Kasali (1995) dan Widyatama (2005) , Iklan selalu memiliki tujuan akhir mempersusasi dan menarik khalayak untuk respek terhadap produk yang ditawarkan. Dalam banyak iklan yang didapatkan di media massa, stereotip perempuan juga digambarkan secara bebas, yang mana ia bisa menjadi penindas. Pelabelan lainnya iklan menyajikan ideal perempuan harus tampil cantik secara fisik dan tetap awet muda bila ingin populer di lingkungannya. Iklan tentang bumbu masakan menampilkan seorang perempuan yang ideal yakni perempuan yang pandai memasak, mengurus anak dan suami.

Media yang Membuat Perempuan Sama Halnya Seperti Kepompong.

Dari contoh-contoh kasus diatas tentunya ini menjadi kegelisahan tersendiri bagi saya dan harusnya menjadi kegelisahan semua orang. Akan tetapi hal tersebut malah dijadikan tolak ukur ke idealan.
Citra dalam media iklan banyak mengandung keanekaragaman dan kontradiksi serta efek-efek yang mengacu pada sistem citra ideasional dan mediasional yang memberikan persuasif mempengaruhi ideologi terhadap kesadaran kolektif masyarakat, dimana kontradiksi ini berhubungan dengan norma-norma atau nilai-nilai di masyarakat bahwa efek yang berpengaruh negatifakan ditekan dengan penanaman persepsi-persepsi mengenai tema-tema yang membudaya membenarkan nilai dari gaya hidup masyarakat. Jadi dalam dewasa ini, media menjadi pedang bermata dua, dimana media memberikan informasi dan pengetahuan tetapi disisi lain berefek pada kehilangan jati diri terhadap berbagai fenomena sosial yang disajikan oleh tayangan iklan maupun media, masyarakat sejatinya harus sadar akan banyak kepentingan yang mendominasi kehidupan di masyarakat tentunya.
Lantas bagaimana seharusnya kita mengambil sikap terhadap persoalan-persoalan diatas ? Apakah media hari ini menjadikan perempuan sebagai objek? Perempuan hari ini diibaratkan kepompong, ketika cara kita yang memandang kepompong sebagai sesuatu makhluk lemah dan tak berguna. Maka kepompong itu akan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu bersayap namun tak terlihat (kupu-kupu telanjang).  Artinya Stereotip pada perempuan dianggap hal yang lumrah namun hal tersebut akan melekat pada perempuan walaupun adanya perubahan.
Dari kasus tersebut, lantas tindakan apa yang seharusnya kita lakukan?

Tulisan ini diharapkan mampu memberikan wacana dan kesadaran yang lebih baik terkait penempatan posisi dan perannya sebagai perempuan sehingga, semangat emansipasi perempuan tumbuh pada diri masing-masing dan bukan lagi semata-mata sebagai objek eksploitasi dari kaum adam. Bagi pihak akademis, diharapkan essay ini mampu mendorong tumbuhnya penelitian-penelitian lain, sehingga makin memperluas wacana, serta mendorong perkembangan ilmu komunikasi terutama yang terkait dengan keperempuanan. Dan terakhir bagi diri saya sendiri semoga dengan adanya tulisan ini mendorong pribadi saya untuk mengadakan penelitian yang mendukung gerakan keperempuanan.
Tetap kuat dan hidup perempuan berlawan!

 

Penulis : Widyastuti Firdaus, Mahasiswa jurusan Sosiologi Angkatan 2017.

Leave a Reply