Joalampe, Estetika – Dalam satu daerah pasti mempunyai kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun, kebudayaan yang bersifat dinamis. Namun, di era globalisasi ini membuat kebudayaan semakin hari semakin terkikis. Maka dari itu sebagai generasi muda kita harusnya ikut berperan penting dalam mempertahankan dan melestarikan suatu kebudayaan khususnya kebudayaan daerah.
Setiap daerah mempunyai tradisi-tradisi yang tetap dilestarikan keberadaannya. Salah satunya Desa Alenangka, Kecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Di desa ini, masyarakat setempat masih setia melakukan suatu ritual kebudayaan yang memang menjadi hal yang dilakukan dari generasi ke generasi. Berikut tradisi tersebut adalah:
Memohon Keinginan dengan Ritual Meyuap Ikan Masapi
Mappaleppe’ Nia’ ialah melunasi niatan, atau lebih jelasnya Mappaleppe’ nia’ adalah bahasa bugis Sinjai yang berarti menepati janji atau merealisasikan nazar. Menyuap ikan masapi merupakan kewajiban bagi orang yang pernah berkunjung ke Sungai Bejo.
Biasanya, warga datang untuk menyuap ikan masapi dengan telur di Sungai Bejo. Ikan Masapi adalah ikan yang berbentuk seperti belut tapi berukuran besar (belut raksasa). Selain memakan telur, ikan masapi tersebut biasanya juga memakan daging ayam yang dibawa oleh warga yang berkunjung di Sungai Bejo.

Ritual ini diawali dengan pengunjung mengikat ranting pohon yang ada disekitar sungai dengan menggunakan benang atau tali rafiah, sambil mengucapkan keinginannya dalam hati. Setelah keinginannya terkabul, maka pengunjung tersebut datang kembali ke sungai Bejo untuk merealisasikan nazarnya dengan membawa sesajen berupa songkolo, telur dan daging ayam.

Dianggap Menyimpang, Mappaleppe’ Nia’ Jarang Dilakukan Lagi
Masih ada pengunjung yang datang, namun sekarang tak sesering dan seramai dulu. Warga sekitar sungai sudah jarang berkunjung karena mereka menyebut kegiatan itu adalah musyrik, sebab dianggap mempersekutukan atau menduakan Allah SWT. Dan itu bersifat menyimpang dan tidak dibenarkan dalam agama islam.
Meski dianggap musyrik, masih ada pengunjung yang datang. Pengunjung tersebut berasal dari luar daerah yang masih melaksanakan ritual tersebut.
Ambo, selaku pemandu jalannya ritual, menuturkan bahwa tak sembarang orang yang bisa berkunjung ke sungai tersebut.
“Hanya orang-orang yang telah meminta izin dan membawa sesajen yang bisa ke sungai Bejo” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa warga yang berkunjung berasal dari luar daerah Desa Alenangka.
“Kebanyakan yang berkunjung kesungai ini berasal dari daerah luar, ada yang dari Gowa, Makassar bahkan warga dari luar Sulawesi” tambahnya.
Kini tak banyak warga yang berkunjung ketempat itu. Kesadaran warga sekitar sungai tersebut akan apa yang dilakukan selama ini melenceng dari nilai agama. Dengan begitu perlahan tradisi tersebut akan terkikis dan bahkan hilang.
Jalanan Menuju Sungai Bejo Sulit Dilalui
Untuk bisa sampai di Sungai Bejo, pengunjung bisa menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat, tapi hanya untuk seperdua jalan saja. Pengunjung disarankan berjalan kaki karena harus melewati jalanan terjal dan pematang sawah.
Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sinjai masih acuh dan belum memperhatikan lokasi tersebut untuk dijadikan sebagai objek wisata agar kesan menyimpang dari tradisi ini hilang dan tradisi ini akan terus ada dan tetap berkembang.
Penulis: Fitra Ramadhani