Makassar, Estetika – Readtimes menggelar diskusi “Dari Janji ke Aksi Nyata: Kampus Bebas Kekerasan Seksual, Kapan Terwujud?” secara daring melalui Google Meet, Rabu (5/3).

Diskusi ini digelar untuk mengangkat isu kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi mengenai ketidakpuasan korban terkait sanksi, reviktimisasi dalam pemeriksaan, hingga minimnya kepercayaan korban terhadap mekanisme kampus meskipun telah dilakukan regulasi.

Kegiatan yang digelar dalam rangka menyambut International Woman Day (IWD) ini juga menghadirkan narasumber dari Perwakilan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS)/Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi (PPKPT) Universitas Hasanuddin Aslina Asnawi, Satgas PPKS/PPKPT Universitas Negeri Makassar (UNM) Ririn Nurfaathirany Heri, Koordinator Bidang Perempuan, Anak, dan Disabilitas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Ambara Dewita Purnama, serta Jurnalis Readtimes Ona Mariani.

Dalam diskusi tersebut, Satgas PPKS/PPKT UNM, Ririn, menjelaskan mengenai mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi, mulai dari penerimaan laporan, tindak lanjut pelaporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, hingga tindakan pencegahan keberulangan.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual tidak dapat dilakukan tanpa pelaporan karena adanya asas kepentingan korban.

“Jika terduga korban tidak ingin melaporkan kasusnya, maka Satgas akan melakukan rujukan non formal kepada pihak bimbingan konseling atau psikologis,” tekannya.

Ririn juga menambahkan bahwa mekanisme penanganan Satgas PPKS/PPKPT berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) melalui surat rekomendasi administratif, yakni melakukan tindakan sesuai dengan tingkat kekerasan yang dilakukan tanpa menjatuhkan sanksi hukum.

“Satgas hanya mengawal dan memberikan rekomendasi,” tambahnya.

Di sisi lain, LBH Makassar, Ambara Dewita, menekankan pentingnya penjangkauan terhadap korban kekerasan seksual sebagai upaya mitigasi dampak kasus yang berisiko mengalami intervensi dan trauma psikis.

“Misalkan dalam suatu kasus terduga korban adalah mahasiswa, maka akan ada indikasi akademik yang dipersulit atau terduga korban menarik diri dari lingkungan,” katanya.

Sementara itu, PPKPT Universitas Hasanuddin, Aslina Asnawi, menjelaskan bahwa upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual tidak hanya bagian dari tugas Satgas, tetapi tanggung jawab setiap warga perguruan tinggi dalam mewujudkan lingkungan akademik yang terbebas dari kekerasan.

“Upaya pencegahan dan penanganan ks merupakan tanggung jawab setiap pihak di lingkungan akademik,” jelasnya.

Reporter: Vanie Wirasti