OPINI – Kemerdekaan politik yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 telah melahirkan banyak hal. Salah satunya menjadi tonggak lahirnya nation-state Republik Indonesia. Namun berbicara kedaulatan, tentu akan sukar kita pahami secara luhur. Proklamasi ternyata tidak dengan sendirinya menjadikan Indonesia terlepas dari tentakel-tentakel asing yang imperialistik. Hal inilah yang sering kita dengar dari Bung Karno “revolusi belum selesai”, yang kemudian digubah oleh kawan-kawan lembaga kemahasiswaan (LK) FBS UNM menjadi judul mars LK FBS “revolusi belum usai” sebagai salah satu nyanyian pembangkit semangat perjuangan. Ini menandakan bahwa revolusi yang sesungguhnya pada momentum proklamasi merupakan langkah awal untuk mewujudkan negara yang benar-benar berdaulat, bukan hanya berdaulat secara politik. Kedaulatan yang absolud adalah dapat lepas dari segala bentuk penghisapan dan penindasan. Dan dua kata terakhir seoalah menjadi wacana amat umum untuk kemudian memanggil para mahasiswa berserikat dalam bingkai kesolidan dengan perjuangan massa.
Sistem uang kuliah tunggal (UKT) mulai diterapkan pada tahun 2013 silam. Dasar dari regulasi yang ditempu pemerintah tak main-main. Setidaknya Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Negeri (Dirjen Dikti) konon mengeluarkan beberapa surat edaran kepada seluruh PTN yang dinaunginya. Diantaranya Surat Edaran Dikti No. 21/E/T/2012 bertanggal 4 Januari 2012 tentang Uang Kuliah Tunggal, surat edaran Dikti No. 305/E/T/2012 bertanggal 21 Februari 2012 tentang larangan menaikkan tarif uang kuliah, Surat Edaran Dikti No. 488/E/T/2012 bertanggal 21 Maret 2012 tentang tarif uang kuliah SPP/UKT di perguruan tinggi, dan terakhir Surat Edaran Dikti No.97/E/KU/2013 tentang Uang Kuliah Tunggal yang berisi permintaan Dirjen Dikti kepada pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan melaksanakan kebijakan sistem UKT bagi mahasiswa baru tahun akademik 2013/2014. Induknya, dasar dari penetapan regulasi UKT bertumbuh pada amanah dalam undang-undang pendidikan tinggi (UUPT) No. 12 tahun 2012 yang muaranya terbentuk dari Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) No. 09 Tahun 2009 yang sebenarnya telah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentang dengan UUD 1945. Hal tersebut kemudian melahirkan Peraturan Menteri (Permen) No. 73 Tahun 2013 tentang aturan main UKT dan BKT (yang kemudian tiap tahunnya mengatur berganti/berubah untuk mengatur regulasi tiap angkatan; Permen No. 55 Tahun 2014, Permen No. 22 Tahun 2015, Permen No. 39 No. 2016 dan terakhir Permen No. 39 Tahun 2017 yang sampai hari ini lampiran BKT-nya belum dikeluarkan).
UKT merupakan tarif atau biaya kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa di setiap semesternya. Dan merupakan akumulasi dari pembayaran; Sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), dana penunjang pendidikan (DPP), biaya operasional pendidikan (BOP), dan lain-lain.Besaran UKT ditentukan dengan menghitung Biaya Kuliah Tunggal (BKT) mahasiswa setiap semesternya. BKT adalah keseluruhan biaya operasional setiap mahasiswa per semester pada suatu program studi. Perhitungan BKT ini didasarkan pada biaya langsung (meliputi gaji dan honor dosen, sarana dan prasarana penunjang pembelajaran selama 1 semester) dan biaya tidak langsung (meliputi biaya SDM manajerial non dosen, sarana dan prasarana non pembelajaran, pengembangan institusi, penelitian dan kemahasiswaan). Biaya langsung merupakan sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas inti. Sementara biaya tidak langsung merupakan nilai sumber daya yang digunakan untuk kegiatan manajerial, baik di tingkal fakultas dan universitas. Sedangkan kekurangan biaya operasional ditutupi oleh bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sesuai dengan amanah yang ada di pasal 98 UUPT No. 12 Tahun 2012. Untuk tahu bagaimana tata cara atau rumus untuk menghitung BKT dan UKT mahasiswa.
Untuk menentukan UKT permahasiswa; |
UKT = BKT – BOPTN |
Namun sebelumnya, untuk menentukan BKT digunakan pakem; |
BKT = f (K1.K2.K3) |
f : biaya kuliah basis yang dihitung dari data yang ada di PTN |
K1 : Indeks Prodi |
K2 : Mutu PTN |
K3 : Kemahalan wilayah |
Contoh penghitungan UKT per mahasiswa di bawah ini;
Yang dibayarkan | BKT (Rp) | BOPTN (Rp) | UKT (BKT-BOPTN) (Rp) |
Pustaka | 500.000,00 | 250.000,00 | 4.500.000,00 (BKT)
dikurang (-) 1.500.000,00 (BOPTN) |
Perkuliahan | 1.000.000,00 | 500.000,00 | |
Praktikum | 1.000.000,00 | 500.000,00 | |
Pemeliharaan | 500.000,00 | 250.000,00 | |
Pengadaaan Gedung | 1.000.000,00 | – | |
Gaji Bapendik | 500.000,00 | – | |
Total | 4.500.000,00 | 1.500.000,00 | 3.000.000,00 (UKT) |
Penerapan UKT di seluruh PTN di Indonesia, termasuk di UniversitasNegeri Makassar(UNM) semakin memperjelas bahwa pendidikan kita semakin jauh dari keterjangkauan bagi seluruh warga negara yang ingin mengenyam pendidikan. Padahal berdasarkan pembukaan UUD 45 alenia ke-4 secara jelas memiliki cita-cita yang amat mulia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Meskipun tak perlu ikut melaksanakan ketertiban dunia dan lain-lain.Belum lagi sikap negara yang terang-terangan melepas tanggung jawabnya sebagai pelaksana pendidikanyang kemudian dibebankan lebih kepada pungutan dari orang tua mahasiswa, investor atau pihak asing atau pihak lain yang membiayainya. Tak heran, jika pembayaran UKT di tiap tahun semakin meninggkat. PTN digembleng agar menjadi kampus yang mandiri dan tidak lagi berharap banyak pada subsidi yang dikucurkan pemerintah tiap tahunnya. Pemerintah kita secara jelas melanggar batang tubuh UUD 1945 pasal 31 ayat (1) “bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” dan pasal 31 ayat (4) “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Tapi mengapa anggaran yang disubsidi negara itu tak terasa?
Untuk itu mari sama-sama berjuang, mengawal dan menegur pemerintah. Atau paling tidak ikut serta dalam memperjuangkan hak-hak mendasar sebagai seorang mahasiswa. Pertanyaan sederhana kawan-kawan yang sering dikeluhkan yakni, jika telah menunaikan kewajiban pastilah ada hak setelahnya. Nah, sampai hari ini—kawan-kawan merasa hak itu tidak pernah terpenuhi. Perhatikan dan rasakanlah sendiri bagaimana sarana dan prasarana di dalam kampus seperti perpustakaan, kelas, Lab, kursi, meja dan lain-lain. Sesuaikah dengan besaran uang yang kawan-kawan keluarkan di setiap semesternya? Mari, silahkan mencoba.
Panjang umur perjuangan!
Hidup mahasiswa!
Wahyu Gandi kerap disapa Wira merupakan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM). Saat ini menjabat sebagai ketua Maperwa FBS UNM dan tengah menyelesaikan studi S1 pada prodi Sastra Inggris.
*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi estetikapers.com.