Media sosial seakan sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Berbagai manfaat bisa diperoleh selama bermedia sosial, diantaranya informasi dengan mudah diperoleh dari aplikasi modern, membangun relasi dengan cepat, sebagai ladang bisnis dan sebagainya. Pengguna media sosial tidak sedikit dari kalangan orang dewasa, anak muda, bahkan orang tua pun juga mempunyai media sosial tersendiri. Terlepas dari itu, media sosial juga memiliki dampak negatif bagi penggunanya, seperti bullying atau perundungan. Bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.

Berdasarkan data Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dalam kurun waktu 9 tahun, dari tahun 2011 sampai 2019 ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk bullying di media sosial angka mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Adapun UU ITE (Informasi dan transaksi Elektronik) Nomor 19 tahun 2016 pada prinsipnya, tindakan menunjukkan penghinaan terhadap orang lain termuat dalam Pasal 27 ayat (3) berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sedangkan ancaman pidana bagi mereka tindak bullying akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak 750 juta. Tentu tindakan bullying benar-benar meresahkan kita dalam bermedia sosial. Selain itu, tindakan bullying tidak serta-merta muncul, salah satu akibat adanya pelaku bullying karena kurangnya perhatian orang tua atau keluarga dalam mendidik anak, dan pengaruh pergaulan bebas.

Dalam hal mengancam, melecehkan, mempermalukan, dan mengejek orang lain tidak perlu dengan tatap muka dengan orang yang di bully. Hanya dengan beberapa kalimat, gambar, dan video tetapi sudah menimbulkan permasalahan yang besar, seperti kasus bullying yang dilakukan oleh seorang remaja yang tidak diketahui identitasnya melakukan tindakan bullying kepada anak angkat Ruben Onsu yaitu Betrand Peto. Remaja tersebut menghina Betrand Peto dengan mengatakan bahwa ia adalah anak pungut. Tidak hanya itu, remaja tersebut mengeluarkan kata-kata kasar melalui sebuah video yang diunggah di media sosialnya, tentu pihak keluarga tidak menerima perlakuan bullying tersebut, bahkan Roben Onsu mencari pelaku bullying itu dan tidak menghapus video yang di unggah remaja tersebut agar kapok dengan tindakan yang dilakukannya dan meminta maaf kepada Betrand Peto dan keluarga. Tentu tindakan bullying ini sangat berdampak pada psikologi korban.

Maka dari itu, untuk meminimalisir tindakan bullying ini kita sebagai penggunaan media sosial harus bijak menanggapi setiap permasalahan, tidak bertindak gegabah, dan tentunya harus menelusuri permasalahan yang ada bukan menghujat atau bahkan mengejek orang lain. Kita seharusnya selalu berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain dengan beretika yang baik, ramah, dan menjunjung tinggi sikap kesopanan. Untuk pencegahan tindakan bullying di media sosial, pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan sosialisasi tentang “Stop tindak bullying di media sosial” dan dihimbau juga kepada para pengguna media sosial tetap berhati-hati dalam berinteraksi, berkomentar, dan sejenisnya.

Sunarti, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar.

*) Opini ini adalah tanggungjawab penulis sebagaimana tertera. Tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Estetikapers.com