Toraja, Estetika – Kabupaten Tana Toraja yang dikenal sebagai suku seribu budaya menyimpan banyak keunikan dan kebudayaan tersendiri. Kebudayaan-kebudayaan yang ada merupakan warisan leluhur yang masih lestari sampai saat ini.

Kebiasaan masyarakatnya yang sudah mendarah daging dari satu keturunan ke keturunan selanjutnya merupakan salah satu faktor yang membuat budaya dan tradisinya tetap bertahan.

“Masyarakat Toraja tidak akan pernah kehilangan ciri khas budayanya karena apapun keadaan yang berlaku, bagaimanapun cara yang dilakukan, tradisi serta nilai-nilai adat tetap terjaga dalam tatanan kehidupan masyarakat Toraja, salah satunya adalah Passura,” terang Megawati Tiasik Silemba Arruanlinggi selaku pemandu wisata budaya Tana Toraja.

Foto: Widyawati Randa/ Estetikapers.

Tana Toraja tak hanya memiliki ritual budaya, tetapi juga memiliki sejumlah kebudayaan dalam bidang seni rupa, salah satunya yaitu ukiran. Siapa sih yang tidak mengenal ukiran khas Tana Toraja?

Ukiran Toraja adalah kesenian ukir Melayu khas suku bangsa Toraja Sulawesi Selatan. Ukiran ini dicetak menggunakan alat ukir khusus di atas sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela, atau pintu.

Nah, sahabat Estetika tau gak sih? Ukiran Toraja biasanya menggunaan motif ukiran yang bermacam-macam, anatara lain, cerita rakyt, binatang yang disakralkan, benda di langit, peralatan rumah tangga atau tumbuh-tumbuhan.

Ada 130 jenis Passura’ (ukiran) dan semuanya merupakan pengembangan dari 4 dasar ukiran yang dalam bahasa Toraja disebut dengan Garonto’ Pasura’. Garonto’ Pasura’ ini biasanya terdapat di Rumah Tongkonan (rumah adat Tana Toraja) maupun bangunan-bangunan yang dianggap perlu untuk diukir, dapat kami uraikan sebagai berikut :

1) Pa’Tedong

Foto: Widyawati Randa/ Estetikapers.

Dari puluhan jeniis ukiran Toraja, ukiran inilah yan paling sering digunakan. Dimana ukiran ini berarti Tedong “Kerbau”, mengapa disebut dengan kerbau karena ukiran ini memiliki motif seperti tanduk kerbau.

Makna dari ukiran ini adalah sebagai lambing kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Toraja dan keluarga. Ukiran ini sring dijumpai pada dinding kantor pemerintahan.

2) Pa’Barre Allo

Source: Int.

Barre = Terbit/Bulat
Allo = Matahari

Ukiran jenis ini menyerupai bulatan matahari dengan pancaran sinarnya. Jenis ukiran ini banyak ditemukan pada bagian muka dan belakang rumah adat Tana Toraja, pada bagian atas berbentuk segitiga (Para Longa).

Makna dari ukiran ini adalah percaya bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan yang Maha Esa), ataupun sebagai ilmu pengetahuan dan kearifan yang menerangi layakanya matahari.

3) Pa’ Manuk Londong

Source: Int.

Manuk= Ayam
Londong= Santan

Pa’Manuk Londong adalah ukiran yang menyerupai “Ayam Jantan”. Biasanya ukiran ayam jantan ini diletakkan diatas ukiran Pa’Barre Allo yang banyak dijumpai di rumah adat Tongkonan.

Makna dari ukiran ini adalah sebagai lambang keperkasaan dan kearifan laki-laki/ pemimpin, serta aturan atau norma hukum (adat) dimana seorang pemimpin ini bersifat tegas dan bijaksana.

4) Pa’ Sussu’

Foto: Widyawati Randa/ Estetikapers.

Pa’Sussu’ berarti garis/goresan, ukiran ini memiliki motif yang berbentuk gari-garis lurus sejajar tanpa variasi serta warna, memang terkesan sederhana, namun memiliki arti serta makna yang sangat dalam bagi masyarakat Toraja itu sendiri.

Makna dari ukiran ini adalah melambangkan bentuk kesatuan mayarakat yang demokratis dan kebijakan untuk penentuan dasar-dasar kebijakan dalam suku Toraja.

Dalam Garonto’ Passura’ ini juga memiliki daya tarik lain yaitu, menggunakan 4 warna dasar utama, yaitu merah, putih, hitam dan kuning, dengan tambahan warna emas untuk ukiran tertentu.

Seni ukir dalam suku Toraja sudah ada sejak nenek moyang Tana Toraja berlabuh di kawasan Toraja setelah menempuh perjalanan panjang dari Teluk Tonkin Vietnam Utara pada abad ke-17. Maka dari itu, ragam hias tradsional seperti ukiran digunakan sebagai sumber informasi tentang budaya masyarakat Toraja. Contoh penggunaan Garonto’ Pasura’,  yaitu pada monumen Pasadena sebgai The Winner of Isabella Coleman Trophy at Tournament of Roses Pasadena U.S.A-1991.

Penulis: Widyawati Randa