Fenomena pembangunan dinasti politik dimulai dari pasangan suami istri bahkan satu keluarga ayah-anak menjadi caleg merupakan normalisasi gejala-gejala patronase di tingkat lokal budaya membangun dinasti politik terlihat dengan terus menerus mencalonkan diri sebagai “wakil rakyat”.

Dinasti politik dipahami sebagai wujud dari kontrol kekuasaan pada pemerintahan tingkat lokal. Dinasti politik dalam artian politik tradisional yaitu dimana penguasa berupaya meletakkan keluarga, saudara dan kerabatnya pada jabatan-jabatan strategis dengan tujuan membangun suatu kerajaan politik di dalam suatu wadah pemerintahan.

Dinasti politik bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain, pertama dalam konteks masyarakat yang majemuk atau plural seperti Indonesia, perilaku politik individu akan sangat dipengaruhi oleh produksi faktor-faktor sosial, ekonomi, psikologi, sejarah, politik dan budaya. Kedua, tidak adanya pembatasan periodesasi membuat kandidat yang memiliki kharismatis dan popularitas di masyarakat terus mencalonkan diri sebagai kesempatan besar bagi keluarga untuk ikut dalam politik electoral di tingkat regional.

Indonesia sebagai negara demokrasi dengan asas transparansi dan akuntabilitas butuh pemimpin yang visioner dan mewakili rakyat sesuai dengan kapasitasnya. Aktor-aktor politis di tingkat lokal mempertahankan kekuasaan dengan membangun benih dinasti politik. Benih dinasti politik di ranah lokal mengarah pada hubungan perkawinan dan hubungan darah secara langsung dalam keluarga. Dinasti politik di Indonesia terjadi sejak orde baru dengan kuatnya hegemoni pemerintah, gorkar, dalam sistem politik di Indonesia membuat lembaga perwakilan rakyat yang seharusnya melakukan sistem pengawasan terhadap pemerintah dengan baik namun hal ini di luar dari kehendak. Padahal, wakil rakyat yang seharusnya mewakili, mengawasi dan menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat.

Dari sudut pandang persamaan, dinasti politik telah menutup peluang yang sama bagi setiap warganegara. Praktik politik keluarga yang terus menerus dilakukan dengan membangun dinasti politik cepat atau lambat akan merusak perekonomian dan perpolitikan negara. Fenomena dinasti politik dalam ranah lokal muncul seiring diberlakukannya pemilihan umum secara langsung di tingkat lokal. Seiring berjalannya proses tersebut menjadi sebuah wujud demokratisasi di tingkat lokal, berbagai elit muncul di daerah untuk mongkooptasi dengan proses tersebut.

Adapun sumber daya berupa kekayaan, harta benda (ekonomi) menjadi salah satu sumber mendapatkan pengaruh meraih kekuasaan. Aktor politik yang mempunyai sumber kekayaan potensial memiliki peluang besar untuk meraih kekuasaan. Sumber daya untuk meraih kekuasaan juga didapatkan melalui sumber daya non-material seperti popularitas, kharisma, dan jejaring yang berpengaruh dalam koalisi politik. Sementara modal kultural berupa modal informasi, pendidikan, dan keterampilan yang menjadi penunjang sumber daya untuk meraih kekuasaan. Basis sumber daya untuk meraih kekuasaan untuk membangun dinasti politik menjadi salah satu aspek penting, apalagi dalam pemilu dengan biaya politik yang terbilang mahal mengharuskan sumber daya material menjadi basis penting meraih dukungan. Kedua sumber daya ini dimanfaatkan untuk membangun dinasti politik.

Penulis: Asriani, Mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar