Makassar, EstetikaProsedur pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Negeri Makassar (UNM) patut dipertanyakan.

Munculnya akun Instagram dengan username @satgasppks_unm serta adanya ruangan sekretariat di Menara Pinisi lantai 12 nomor 1211 menjadi sinyal bahwa Satgas PPKS UNM telah terbentuk.

Hal ini kemudian dibenarkan oleh Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan (WR II) UNM, Karta Jayadi, yang menyebut bahwa telah ada Satgas PPKS di UNM.

“Sudah terbentuk,” ujarnya singkat.

Namun bukannya membawa angin segar, Satgas PPKS UNM justru terindikasi tersandung cacat prosedur. Hal ini dikarenakan terbentuknya Satgas PPKS tidak dibarengi dengan kabar uji publik panitia seleksi (pansel) yang harusnya dilakukan jauh sebelum Satgas terbentuk.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) No 30 Tahun 2021 Pasal 25 Nomor 1 Poin D, telah mengatur bahwa anggota pansel harus melaksanakan uji publik setelah mengikuti pelatihan dan seleksi untuk mendapatkan masukan dari masyarakat kampus.

Uji publik ini menjadi poin penting yang harus diperhatikan sebab pansel sangat berperan dalam membentuk anggota Satgas PPKS.

Menilik buku pedoman yang diterbitkan oleh Kemendikbudristek, pansel bertugas untuk menyusun petunjuk teknis seleksi dan menyeleksi anggota Satgas PPKS kemudian merekomendasikannya kepada rektor.

Berpedoman pada tugas tersebut, apa jadinya jika Satgas PPKS telah terbentuk sementara pelaksanaan uji publik pansel yang memiliki kewenangan memillih anggota Satgas masih saja abu-abu.

Dalam terbitan LPM Estetika yang berjudul “Wajah Abu-abu Satgas PPKS di UNM” pada 11 Desember 2022 lalu, kami tidak menemukan titik terang uji publik pansel tersebut.

Baca Juga: “WAJAH ABU-ABU SATGAS PPKS DI UNM

Setelah menemukan akun Instagram Satgas PPKS pada 27 Desember 2022 lalu, Reporter Estetika kemudian melakukan penelusuran lebih jauh sebab hal ini jelas mengindikasikan adanya cacat formil dalam pembentukan satgas.

Beberapa kali kami menghubungi dan mendatangi Wakil Rektor Bidang Akademik (WR I) UNM, akan tetapi usaha itu tak kunjung berbuah manis.

Reporter Estetika kemudian menghubungi A. Farisnah yang merupakan salah satu anggota pansel setelah diarahkan oleh ketua Satgas PPKS.

Anggota pansel, A. Farisnah, dengan ragu mengatakan bahwa uji publik telah dilaksanakan.

Ia kemudian mengarahkan kami untuk bertanya lebih lanjut ke admin portal UNM, yang menurutnya mengetahui segala proses pembentukan pansel dan Satgas.

“Uji publik kayaknya ada, untuk lebih konkrit ke Pak Said, sebagai narahubung UNM ke kementrian,” ujarnya.

Bukan hanya A. Farisnah, ketika dimintai keterangan perihal pembentukan Satgas PPKS, WR II juga mengarahkan kami ke Said.

Namun ketika Reporter Estetika meminta keterangan, Said menolak menanggapi hal-hal terkait uji publik pansel karena merasa tidak memiliki wewenang untuk itu.

“Tanya tim pansel, bukan urusan saya itu,” jawab Staf WR I tersebut.

Aksi saling lempar dalam menjawab keterangan perihal uji publik ini, mengindikasikan bahwa uji publik pansel memang tidak dilakukan.

Anggota pansel yang notabenenya harus tahu segala prosedur untuk uji kualifikasi dirinya dalam menjadi pansel, malah menjawabnya dengan ragu-ragu.

Berbanding terbalik dengan kedua narasumber tersebut, Reporter Estetika mendapatkan keterangan dari salah seorang anggota Satgas PPKS, Muh. Thoriq, yang membeberkan bahwa uji publik pansel tidak dilakukan.

“UNM tidak melaksanakan uji publik untuk pansel,” bebernya.

Pemilihan Anggota Satgas PPKS UNM Tidak Transparan

Tidak dilakukannya uji publik dalam proses pembentukan pansel, mengundang tanda tanya besar kepada pihak universitas yang terkesan abai terhadap Permendikbud No 30 Tahun 2021 Pasal 25.

Di samping itu, proses pembentukan Satgas juga terkesan tertutup, karena pendaftaran anggota yang tidak dibuka secara umum.

Anggota Satgas PPKS UNM, Muh. Thoriq, menjelaskan bahwa ia bergabung atas rekomendasi Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan (WD III) yang awalnya mengajaknya untuk menjadi duta anti kekerasan seksual.

“Awalnya saya ditawarkan untuk menjadi duta anti kekerasan seksual sama WD III, saya tolak. Kemudian diperbaharui namanya menjadi Satgas, akhirnya saya terima,” jelasnya.

Ia kemudian terpilih menjadi anggota Satgas tanpa melalui seleksi apapun.

“Saya pikir tetap melalui seleksi. Tapi tidak ada kabar, akhirnya dihubungi untuk ketemu di ruangannya WR I kemudian dimasukkan ke grup, barulah kami tau siapa saja anggota Satgas,” tambahnya.

Di kesempatan yang sama, anggota Satgas lainnya, Nunu Vebriani, mengatakan bahwa ia juga direkomendasikan untuk menjadi duta.

Setelah menyetujui hal tersebut, ia kemudian dipanggil untuk bertemu WR I bersama beberapa orang lainnya dan baru disampaikan bahwa dirinya akan menjadi anggota Satgas.

“Disampaikan ke saya itu jadi duta. Saya iyakan. Dua hari setelahnya ditelpon sama Pak Said, dibilang menjadi Satgas. Akhirnya saya sepakat ketemu Kak Thoriq di ruangannya WR I,” ujar mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum tersebut.

Jika demikian, kualifikasi anggota Satgas PPKS UNM jelas harus dipertanyakan kembali. Sebab terpilihnya mereka menjadi anggota Satgas hanya berdasarkan rekomendasi semata tanpa melalui serangkaian seleksi oleh pansel.

Berkaca pada pembentukan Satgas PPKS Universitas Indonesia (UI), salah seorang anggota Satgas PPKS UI, Rini Astriani, menjelaskan bahwa dalam membentuk Satgas, pansel membuka pendaftaran bagi yang berminat.

Setelah tahap pendaftaran dan seleksi administrasi, calon anggota Satgas kemudian dites secara tertulis, diwawancarai, dan terakhir dilakukan uji publik terhadap calon anggota.

Anggota Satgas yang telah diseleksi oleh pansel kemudian akan diusulkan ke pimpinan universitas untuk selanjutnya diverifikasi oleh Kemendikbudristek.

Setelah tahap verifikasi, anggota Satgas kemudian dibuatkan Surat Keputusan (SK) Rektor sebagai bukti administrasi yang sah.

“Pansel melakukan open recruitment untuk Satgas PPKS yang terdiri dari beberapa tahap seperti tahap sosialisasi rekrutmen dan seleksi administrasi. Yang lolos ditahap administrasi kemudian diadakan tes tertulis, wawancara, dan uji publik. Setelahnya pansel merekomendasikan nama-nama ke pimpinan universitas, diverifikasi oleh kemendikbud, lalu diSK kan rektor,” jelasnya.

Pembentukan Satgas PPKS di UI jelas berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di UNM. Bahkan pada awalnya, anggota-anggota Satgas tersebut hanya direkomendasikan menjadi duta anti kekerasan seksual, namun ternyata ujungnya mereka malah menjadi anggota Satgas PPKS.

Wujud Semu Satgas PPKS UNM

Setelah melakukan penelusuran, Reporter Estetika mendapatkan fakta bahwa Satgas PPKS UNM telah terbentuk sejak 23 Agustus 2022 lalu.

Hal ini dibuktikan dengan terbitnya SK Rektor nomor 981/UN36/HK/2022 tentang Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Universitas Negeri Makassar Tahun 2022.

Kendati demikian, kabar terbentuknya Satgas PPKS di UNM tidak pernah terdengar di kalangan civitas akademika UNM.

Merawat ingat wawancara yang dilakukan Reporter Estetika pada 6 Desember 2022 lalu dalam terbitan “Wajah Abu-abu Satgas PPKS di UNM”, WD III Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS), Azis, mengatakan bahwa sejauh ini, tak kunjung diberikan petunjuk teknis dan belum pernah dipanggil rapat untuk membahas persoalan Satgas.

Sosialisasi tentang hadirnya Satgas PPKS yang siap mengawal kasus kekerasan seksual tidak pernah dilakukan. Pihak universitas terkesan menyembunyikan Satgas PPKSnya di hadapan civitas akademika.

Ketidaktransparanan ini disinyalir karena dibentuk dengan tergesa-gesa demi mencapai target terbentuknya Satgas PPKS UNM secepat mungkin.

Hal ini bisa terlihat dari proses perekrutan Satgas yang cukup singkat tanpa menghiraukan ketentuan pembentukan Satgas PPKS oleh Permendikbudristek dengan tidak dilakukannya uji publik pansel terlebih dahulu.

Pemicu singkatnya pembentukan ini juga didukung oleh pernyataan Nunu Vebriani yang mengatakan bahwa meski urgensitas adalah penyebab utama dibentuknya Satgas, hal ini juga ada pengaruhnya terhadap akreditasi kampus.

“Sekarang semua universitas diburu untuk membentuk Satgas PPKS apalagi berkaitan sama akreditasi universitas,” katanya.

Meski telah terbentuk, hal ini tidak serta merta menjadikan Satgas langsung menangani kasus kekerasan yang terjadi di UNM.

Berkaca dari kasus kekerasan seksual beberapa waktu lalu di FBS, penyelesaiannya hanya ditanggulangi oleh Komisi Disiplin (Komdis) FBS dan Satgas khusus Dewan Mahasiswa (DEMA) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) tanpa koordinasi dengan Satgas PPKS yang sudah resmi terbentuk.

Menampik hal itu, Muh. Thoriq menerangkan bahwa ia dan anggota Satgas lainnya telah mencoba menghubungi korban agar melaporkan kasusnya, namun korban menolak melaporkannya.

Ia melanjutkan bahwa korban enggan menindaklanjuti kasus tersebut dan hanya ingin memberikan sanksi sosial kepada pelaku.

“Kami coba komunikasi ke korban. Tapi dia tidak mau melaporkan, cuma mau memberikan sanksi sosial ke pelaku. Jadi diminta tindak lanjutnya, katanya tidak usah,” terangnya.

Terkait pelaporan, Ketua Satgas PPKS UNM, Firman Umar, menuturkan bahwa saat ini pihaknya sudah bisa menerima laporan dan mengarahkan untuk langsung ke ruangan sekretariat di Gedung Pinisi UNM Lt. 12 nomor 1211.

“Langsung saja ke Satgas, dengan laporan yang jelas uraiannya. Kami punya sekretariat di lantai 12,” tuturnya.

Menyambung hal tersebut, Thoriq juga menambahkan bahwa Satgas PPKS akan memiliki nomor telepon khusus untuk menerima laporan, namun hingga sekarang belum terealisasikan.

Akibatnya, untuk sementara waktu jika ada laporan dapat langsung menghubungi anggota Satgas PPKS lewat sosial media.

UNM Abaikan Prosedur Pembentukan Satgas?

Terbentuknya pansel yang hanya melalui satu tahap penyeleksian, yakni seleksi di unit kerja kementrian dan tidak menyelenggarakan uji publik menandakan bahwa Kampus Oranye mengabaikan prosedur pembentukan Satgas PPKS yang telah diatur dalam Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.

Mengutip perkataan Menteri Kemendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim, pada kanal YouTube Kemendikbud RI menegaskan bahwa perguruan tinggi yang tidak mengikuti prosedur pembentukan Satgas sesuai dengan Permendikbud akan dikenai sanksi.

“Adapun bagi perguruan tinggi kalau tidak melakukan proses PPKS sesuai dengan Permen, ada berbagai macam sanksi dari keuangan sampai dengan administrasi,” tegasnya.

Di samping itu, pembentukan Satgas PPKS UNM yang dinilai tertutup ini mengundang pertanyaan besar, benarkah semua anggota satgas memenuhi kelima persyaratan anggota yang dijelaskan pada Pasal 29 Nomor 2.

Kampus seharusnya tidak main-main dalam membentuk Satgas PPKS, sebab perannya sangat krusial dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual.

Sikap tersebut menjadi catatan pincang Kampus Oranye dalam pembentukan Satgas PPKS yang tidak sejalan dengan Permendikbudristek No 30 Tahun 2021.

Reporter: Tim Estetika

Mengenai laporan yang kami susun ini, pihak yang merasa tidak sependapat dengan hasil laporan, silakan mengirimkan hak jawab di surel haloestetika@gmail.com, baik berupa saran, kritik, atau tanggapan ralat hingga tuntutan penurunan laporan.