Parangtambung, Estetika – “Saya tidak tahu ternyata uang penggalangan dana itu dipake’ untuk beli minuman keras,” terang Raka (nama samaran) dengan suara pelan saat ditemui oleh Tim Estetika, Rabu (2/11).

Raka tidak menyangka ketidaktahuannya itu membawanya menemui kenyataan yang cukup mengejutkan. Donasi yang ia kumpulkan dengan tangan sendiri ternyata disalahgunakan untuk kesenangan semata.

Kejadian itu bermula saat Raka dipanggil oleh salah seorang senior yang menjabat di Lembaga Kemahasiswaan (LK) pada Selasa, (11/10) lalu. Ia diminta untuk mencari selembar kertas, spidol, lakban dan sebuah karton.

Setelah barang-barang yang diminta terkumpul, Raka diarahkan untuk memanggil beberapa rekannya menuju ke gazebo.

Setibanya di sana, mereka diarahkan keliling meminta sumbangan ke setiap kelas sambil membawa karton yang bertuliskan “donasi kebakaran” dengan mengatasnamakan salah seorang mahasiswa angkatan 17 sebagai korban kebakaran.

“Setelah ambil kertas, spidol, lakban dan karton disuruh ka’ sama itu senior untuk panggil anak-anak dan pergi maki keliling,” jelas Raka saat itu.

Raka tidak menaruh rasa curiga sama sekali dan tetap menjalankan penggalangan dana bersama rekan-rekannya. Ia berterus terang bahwa mendatangi tiap-tiap kelas meskipun perkuliahan sedang berlangsung. Usai memasuki beberapa kelas, mereka kembali ke gazebo untuk memberikan hasil donasi.

“Kalau mau masuk kelas minta izin sama dosen bilang mau masuk minta sumbangan, dan dipersilakan ji. Setelah minta donasi, baru ke gazebo mi semua,” tuturnya.

Tak hanya Raka, Reporter Estetika berhasil menemukan narasumber lain yang turut andil dalam penggalangan dana tersebut. Sebut saja Zian. Ia mengatakan dipanggil ke gazebo setelah kelasnya berakhir.

“Awalnya saya dipanggil sama senior untuk penggalangan dana korban kebakaran dan disuruh masuk untuk temani yang lain mengambil sumbangan,” ujarnya.

Dari keterangan Zian, ia menuturkan telah mendatangi beberapa kelas yang berada di Gedung DH, DG, dan DC.

Kala itu, Zian membawa karton donasi bersama empat orang lainnya untuk meminta sumbangan di Gedung DH dan DG. Usai mendatangi kelas-kelas tersebut, Zian bersama dua rekan lainnya kembali diarahkan untuk meminta donasi ke kelas-kelas yang berada di Gedung DC.

“Ada dua kali, dua tempat itu ada pergantian orang-orang. Pertama ada lima orang termasuk saya dan kedua kalinya saya ikut lagi dengan dua orang lainnya,” jelasnya kepada Reporter Estetika.

Lepas melakukan aksinya, Zian yang awalnya tak merasa curiga mulai meragukan kebenaran tujuan donasi tersebut.

Kecurigaan muncul tatkala salah seorang temannya meminta uang hasil donasi sebesar Rp30.000 untuk membeli rokok. Seketika ia merasa ada yang tidak beres dengan penggalangan dana itu.

“Itu teman ku ambil uang pembeli rokok, mulaima curiga bahwa nda’ benarki ini,” ujar Zian sambil mengelang-gelengkan kepala.

Firasat Zian ternyata terbukti dan dibenarkan oleh Rio (bukan nama sebenarnya). Dengan mata kepalanya, Rio mengaku melihat uang hasil penggalangan dana yang mengatasnamakan korban kebakaran itu, ternyata digunakan untuk membeli lima botol minuman keras.

Na belikan tiga botol alkohol, dua botol bir hitam, dan sisanya na belikan rokok sama gorengan,” terang Rio.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ada indikasi penggalangan dana akan terus dilakukan dalam kurun waktu sekali sebulan agar tidak menimbulkan kecurigaan.

“Ada pembicaraan mau dilakukan sebulan sekali memang supaya nda terlalu kentara,” tambah Rio saat itu.

Seakan tak ada habisnya, senior tersebut menyampaikan bahwa tindakan ini adalah tradisi yang akan terus diwariskan kepada juniornya.

Na bilang kau juga nanti kasih begini adek-adekmu, kalau tinggimi angkatanmu,” ujar Raka.

Selesai melakukan penggalangan dana, kami mendapat pengakuan dari Zian bahwa ia dirundung rasa bersalah karena telah melakukan penipuan dengan mengatasnamakan kemanusiaan.

Zian menyebut bahwa ia merasa takut terhadap senior tersebut sehingga langsung memenuhi perintahnya tanpa banyak tanya dan tanpa menaruh rasa curiga.

“Saya merasa bersalah, takut sama segan juga karena senior yang suruh,” ucapnya dengan nada putus asa saat diwawancarai malam itu.

Penipuan berkedok penggalangan dana ini tentu meresahkan bagi mahasiswa yang telah menyumbang secara sukarela sebab niat baik atas dasar kemanusiaan justru disalahgunakan untuk membeli minuman keras.

Terlebih, tidak sedikit mahasiswa yang tertipu sebab berdasarkan pengakuan salah seorang mahasiswa yang didatangi kelasnya, Luna (nama samaran) banyak teman-temannya yang ikut menyumbang karena rasa prihatin yang besar.

“Temanku perihatin sekali jadi banyak yang menyumbang,” katanya.

Ironi Mahasiswa Sebagai Agent of Change

Disebut sebagai agent of change, mahasiswa diharapkan menjadi generasi penerus bangsa yang mampu membuat perubahan-perubahan positif untuk masyarakat.

Berkaca pada kasus-kasus yang terjadi di Kampus Ungu itu, bagaimana kita menyebut mahasiswa tersebut sebagai agent of change jika ia saja menjadi penindas dan menyamar menegakkan keadilan lewat orasi-orasi belaka.

Bahkan bukannya merasa bersalah, mereka justru mengakui bahwa aksinya akan dilakukan berlanjut.

Hal ini jelas kontradiksi dengan salah satu Sumpah Mahasiswa yang berbunyi “Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan”.

Lantas, masih pantaskah mahasiswa itu disebut sebagai agent of change ?

Reporter: Tim Estetika

Mengenai laporan yang kami susun ini, pihak yang merasa tidak sependapat dengan hasil laporan, silakan mengirimkan hak jawab di surel redaksi@estetikapers.com, baik berupa saran, kritik, atau tanggapan ralat hingga tuntutan penurunan laporan.