Purnama yang Berkisah

Purnama pertama aku menerkamu
Mengajak hatiku yang sepi
Bermain-main dengan bara api
Di mataku kau mentari
Kutatap dengan legah di sore hari
Meski kadang aku masih mencari-cari
Mungkin kau berada di sisi kiri gedung ini
Atau sudah tiada sejak siang hari
Atau bahkan kau tak berkunjung hari ini

Purnama kedua aku mau menatapmu sekali
Namun yang kudapati malu hati ini
Netraku buru-buru menunduk pergi karena
Sinarmu terlalu benderang
Di tengah ramai orang
Aku takut dihukum Tuhan
Dan dentuman musik yang tak sopan
Terima kasih aku tuturkan diam-diam untuk sebuah nyanyian
Karena telah menyamarkan detak jantungku yang berantakan
Karena telah menyamarkan pengulangan jantungku yang berantakan

Purnama berikutnya, aku ingin jadi berani
Menyapamu dengan senang
Menyebut namamu penuh riang
Dan senyum berbinar hangat kau jadikan sambutan
Kuharap kau sudi meluangkan waktumu sejenak, lalu kita bertukar pikiran
Mendengarkan sedikit isi kepalaku yang kuharap buatmu terkesan
Dan aku akan betah berlama-lama mendengar tanggapanmu tanpa bosan
Lalu kita akan melupakan waktu dan menyadari
Bahwa kita adalah dua orang yang serasi.

Panggil saja Syfana, sebuah singkatan dari empat kata yang bermakna doa. Wanita yang menyukai kata sejak dirinya mulai tahu membaca, lalu perlahan-lahan berani menuliskannya di buku rahasia. Kalimat-kalimat lugu, sebuah pengaduan tentang hal-hal yang buatnya bisu. Baginya menulis itu tentang ibarat membekukan waktu dalam aksara-aksara bermakna ganda, yang juga bisa ia cairkan kapan saja. Ia pelupa dan menulis adalah caranya mengingat lebih lama.