Makassar, Estetika – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) dengan BEM Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Makassar (UNM) memperingati Landless Day di depan Kampus UNM Parangtambung, Jum’at (29/3).

Mengangkat tema “Krisis Agriaria di Wilayah Agraris”, diskusi ini membahas konflik-konflik dan kebijakan agraria pemerintah yang justru menyengsarakan kaum tani di Sulawesi Selatan (Sulsel) seperti kehilangan lahan, penurunan produksi, kesulitan finansial, dan ketidakpastian keamanan pangan.

Diskusi yang mengadirkan Rizki Anggriana Arimbi selaku Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulsel dan Ijul, Aliansi Gerakan Reforma Agraria Sulsel sebagai pemantik ini, memiliki beberapa rangkaian acara, yakni diskusi, ngabuburit, buka bersama, panggung ekspresi dan mimbar bebas.

Suasana saat berlangsungnya Peringatan Landless Day di depan Kampus UNM Parangtambung, Jum’at (29/3). Foto: Miftahul Jannah/Estetikapers.

Pemantik, Rizki Anggriana Arimbi, menuturkan bahwa penyebab krisis agraria di Indonesia bukan berasal dari oknum manapun melainkan dari kebijakan yang dibentuk oleh negara sendiri.

“Krisis agraria disebabkan oleh kebijakan negara sendiri,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa salah satu langkah yang perlu dilakukan guna mengatasi krisis yakni memastikan negara tetap mengikuti regulasi dari konstitusi agraria.

“Hal yang harus dilakukan adalah memastikan negara kembali ke mandat konstitusi agraria,” ujarnya. 

Senada dengan itu, Menteri Sosial dan Politik BEM FBS UNM, Andi Farid Massarasa, menuturkan bahwa melaksanakan konsep tridharma perguruan tinggi mengenai masyarakat merupakan upaya untuk mengawal masalah-masalah agraria yang sedang terjadi.

“Upaya mengawal problematika ini yaitu dengan melaksanakan konsep thidarma perguruan tinggi,” tuturnya.

Sementara itu, Menteri Kemahasiswaan BEM FMIPA, Muhammad Ridwan, menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya sekadar momentum, tetapi bentuk kritik terhadap era rezim Jokowi yang mendapat kecaman dari banyak pihak sebab menyengsarakan para kaum tani, nelayan, buruh, serta kaum miskin kota.

“Ini bukanlah hanya momentum tapi juga peringatan terhadap kebijakan yang menyengsarakan mereka,” jelasnya.

Di sisi lain, salah seorang peserta diskusi, Muhammad Al Ahsar, mengatakan bahwa diskusi ini dapat memantik kesadaran akan pentingnya isu-isu sosial, khususnya sebagai mahasiswa yang seharusnya memperhatikan kepentingan masyarakat.

“Diskusi ini menjadi sebuah pemantik saya tentang pentingnya mengetahui isu sosial,” katanya.

Reporter: Miftahul Jannah & Nirmala (Magang)