Rilis, Estetika – Rumata Art Space bersama Antologi Manusia, Bollo.id, dan Trend Asia menyelenggarakan acara Fermentasi Radiasi, Jum’at hingga Minggu (21-23/2).

Acara ini adalah sebuah karya kolaborasi yang mengintegrasikan jurnalisme investigasi dan seni, mengisahkan tentang kehidupan warga Bantaeng yang ruang hidupnya tergerus oleh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA).

Hujan debu setebal 2-3 cm, kepulan asap, dan suara bising dari smelter merangsek celah ruang hidup masyarakat.

Lanskap ruang hidup yang diselimuti debu tak hanya bersifat korosif pada lingkungan, tetapi merambat ke ruang personal, seperti dapur, kamar tidur, dan kamar mandi yang berimbas besar pada kesehatan, tak terkecuali perempuan dan anak-anak.

Wilayah ini mulanya merupakan penghasil rumput laut dan batu bata merah, tapi kini sesak dengan kehadiran enam pabrik pengolahan nikel milik Huadi Group, yaitu PT Huadi Nickel Alloy Indonesia, PT Unity Nickel-Alloy, PT Downstone Energy Material, PT Huadi Wuzhou Nickel Industry, PT Yatai Huadi Alloy Indonesia, dan PT Hengseng New Energy Material Indonesia.

Perusahaan-perusahaan tersebut mengolah ore nikel dari tambang di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.

Di Borong Loe, masyarakat menilai aktivitas dari PT Henseng New Energy mengakibatkan masalah kesehatan [1]. Uji sampel debu menemukan kadar SO2 dan NO2 yang tinggi.

Jika terhirup lama akan menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran pernapasan dan iritasi pada mata. Secara ekstrim dapat menyebabkan kanker, bronchitis, hingga kematian.

Pemimpin Redaksi Bollo.id, Didit Hariyadi, menjelaskan bahwa hasil liputan investigatif Bollo pada 2024 menggambarkan perubahan lingkungan di sekitar KIBA, seperi debu yang menyebabkan perubahan pada rumah, pohon, dan rumput, serta dampaknya terhadap hasil tangkapan nelayan.

“Liputan kami tahun 2024 menemukan lingkungan KIBA diselimuti debu pekat. Rumah, pohon, dan rumput berubah coklat, bahkan ikan hasil tangkapan pun berwarna sama. Atap rumah warga berkarat dan roboh. Saat berkeliling tanpa kacamata, mata kami perih. Debu begitu tebal hingga tim liputan Bollo.id tidak pernah melepas masker,” jelasnya.

BACA JUGA: KIAMAT TELAH TIBA

‘JALAN KOTOR’ HILIRISASI NIKEL DI INDONESIA: APA DAN BAGAIMANA?

BERTARUH PADA SMELTER

Kondisi masyarakat Bantaeng yang terkepung smelter adalah satu titik yang menggambarkan kondisi masyarakat yang akibat ketidakadilan sosial Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dampak yang diakibatkan KIBA menghadirkan ragam isu yang kompleks. Bollo, Antologi Manusia, dan Trend Asia berkolaborasi menghadirkan Fermentasi Radiasi: Penciptaan Seni dalam 4 Babak.

Fermentasi Radiasi menawarkan cara pandang alternatif untuk berdialog mengenai isu sosial dan lingkungan lewat seni teater yang mampu untuk mempersonalisasi isu, membangkitkan empati, dan membuka ruang dialog yang lebih luas.

Sutradara Fermentasi Radiasi dari Antologi Manusia, Ibe S. Palogai, menuturkan bahwa timnya terdorong untuk menyampaikan kisah warga Bantaeng kepada masyarakat urban melalui teater dan instalasi seni.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ide tersebut terinspirasi dari liputan Bollo.id, yang menggambarkan ketimpangan yang terjadi di balik perkembangan mobil listrik.

“Terinspirasi dari liputan Bollo.id, kami menghadirkan cerita warga Bantaeng dalam teater dan instalasi seni. Masyarakat urban, sebagai konsumen mobil listrik, perlu melihat ketimpangan yang terjadi. Di balik kendaraan ramah lingkungan, ada asap tebal yang mengepung warga di sekitar smelter nikel,” tuturnya.

Fermentasi Radiasi ingin menjalin benang merah antara masyarakat terdampak industri nikel dengan masyarakat urban kota. Sebab dalam konteks transisi energi, industri nikel masuk melalui skema produksi kendaraan listrik yang dicap sebagai hijau, tetapi meninggalkan jejak kotor di wilayah, seperti Bantaeng.

Tapi tidak hanya itu, hasil produksi industri nikel lainnya yang umumnya dikonsumsi di wilayah urban juga memberikan tanda tanya mengenai overkonsumsi dan overproduksi yang mendorong krisis lingkungan maupun humanitarian di titik didih paling parah.

Pada tahun 2022, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia yang memasok 48 persen kebutuhan global. Sayangnya kebutuhan nikel yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik ini mengakibatkan deforestasi dan menghilangnya keragaman hayati [2].

Tumbuhnya jumlah konsesi tambang nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku juga meningkatkan kerentanan terhadap bencana [3]. Lonjakan kepadatan penduduk juga menjadi masalah baru, seperti di antaranya biaya hidup yang mencekik dan masalah sampah.

Sementara itu, Periset Trend Asia, Alfa Arifia Setiawan, menjelaskan bahwa ketimpangan akibat industri nikel terjadi di seluruh kawasan pengolahan nikel meskipun daerah di Sulawesi dan Maluku terlihat memiliki pendapatan ekonomi yang tinggi, angka kemiskinan justru meningkat dan warga kehilangan mata pencaharian [4].

Alfa menambahkan bahwa debu pekat tidak hanya mencemari lingkungan luar tetapi juga masuk ke dalam rumah hingga ke kamar tidur sehingga warga harus melindungi diri dengan kelambu serta perubahan warna air dan tanaman menjadi coklat menunjukkan pencemaran bahkan dapur warga pun dipenuhi debu akibat smelter.

“Meski daerah industri nikel terlihat memiliki pendapatan tinggi, angka kemiskinan justru meningkat. Banyak warga kehilangan mata pencaharian, sementara kondisi lingkungan semakin memburuk. Debu pekat masuk ke dalam rumah, bahkan air dan tanaman pun berubah warna menjadi coklat, yang menunjukkan tingkat pencemaran tinggi,” jelasnya.

Rilis: Bollo.id