Di saat suasana hati ini tak tentu. Di saat itulah aku terkadang terdiam. Di saat itulah aku hanya bisa menerima yang sebenarnya tak bisa kuterima. Tapi apa daya hidup ini selalu diwarnai dengan berbagai hal yang tak selalu yang diharapkan. Hidup juga tak selalu seindah bunga Amaryllis. Perbedaan-perbedaan yang ada kerap kali menjadi gesekan satu sama lain. Satu jam berlalu senja kali ini aku pejamkan mata. Membuang semua deretan kenangan pahit yang berjejer membentuk episode-episode kisah yang telah lewat. Mencoba melepas rasa sakit di dalam hati. Ya aku terus mencoba melepasnya. Jauh dari hidupku. Meski terkadang aku tak mampu.

Deretan kenangan itu terkadang masih belum terhapus dalam ingatan. Deretan kenangan itu menemaniku pada senja ini. Deretan kenangan itu selalu rindu mampir dalam kehidupanku. Deretan kenangan itu seperti angin kencang yang tiba-tiba hadirnya tak kuinginkan. Menemani kesendirianku di rumah. Menemani hari-hariku yang tak selalu ada bahagia.

Aku merasa deretan kenangan itu masih ingin hidup bersamaku. Tidak ingin pergi jauh. Selalu mengikutiku di saat senja yang sepi. Aku ingin deretan kenangan itu pergi. Tapi sepertinya tak bisa. Kenangan itu terus lewat dalam pikiranku.

“Salma sepertinya kau salah memilih Mas Fatar. Kau terlalu cepat memilih. Kau tak berhati-hati. Kau terlalu sembrono. Papa ingin kau coba kau pikir lagi.”

“Tidak papa. Mas Fatar adalah belahan jiwaku. Mas Fatar adalah yang terbaik bagiku. Walau bagaimana pun Salma tak ingin terpisah dengan Mas Fatar.”

“Salma kamu terlalu terburu-buru dengan keputusanmu. Keputusanmu itu menentukan masa depanmu.”

“Papa
Salma sudah yakin dengan pilihan ini. Salma yakin Tuhan selalu menolong. Mas Fatar sudah kembali menjadi orang yang lebih baik. Mas Fatar tak sama seperti dulu. Aku harap papa berpikir positif tentang Mas Fatar.”

“Salma terserah kamu. Papa sungguh tak bisa terima dengan keputusanmu.

Saat deretan kenangan itu mampir satu per satu. Aku merasa manusia paling hina. Terkadang juga aku merasa manusia yang tak punya pilihan lain. Tak hanya itu aku merasa seorang manusia yang terasing.

Perasaan demi perasaan itu silih berganti datang dalam hidupku. Entah sudah berapa kali. Sering aku merasakannya. Sampai tak terhitung banyaknya. Aku merasa separuh hidupku tak ada titik terang lagi.

Terkadang aku ingin melihat warna lain dalam duniaku. Aku ingin melihat lilin-lilin kecil yang menyala. Aku ingin melihat bunga-bunga bermekaran. Aku ingin melihat kupu-kupu berterbangan. Aku ingin melihat burung-burung yang berada di atas langit menghiasi hari-hariku.

Ya, hanya itu yang aku ingin senja kali ini. Ingin aku raih harapku itu. Menemukan ada setitik cahaya dalam hidupku. Ingin merasakan Tuhan mengirimkan malaikatnya. Agar aku tak larut dalam perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan.

Aku merasa semua harapku senja kali ini seperti sulit aku raih. Ada tangan-tangan yang merampas kebahagiaanku. Ada tangan-tangan yang selalu menaruh sekotak rasa hampa dalam hidupku. Ada tangan-tangan yang membawaku kembali ke masa yang telah lalu. Ya aku pikir itu kuasa gelap yang menyelimuti hidupku.

Maka pada detik yang selalu lewat ini aku selalu memohon pada Tuhan untuk beri kekuatan. Karena hanya kekuatan dari pada Tuhan itu yang mampu membuat aku melangkah lebih tinggi melewati jalan yang penuh tantangan. Ya, hanya Tuhan satu-satunya pribadi yang memampukan aku. Kuasa Tuhan lah yang membuat aku bisa melewati badai persoalan. Dan pada detik-detik berikutnya aku berharap Tuhan selalu memberiku kedamaian hati. Kedamaian hati yang memampukan aku untuk tetap tersenyum melihat gelapnya dunia.

Saat suara-suara yang penuh dengan penolakan mulai datang. Membunuh semua harap dan impian. Tuhan yang mampukan melewati itu. Saat muncul suara-suara yang membuatku tak berharga hanya Tuhan yang segarkan pikiran dan tenangkan hati.

“Salma, papa benar-benar kaget. Ternyata suamimu adalah seorang mantan narapidana. Suamimu ternyata pernah menjadi pengedar narkoba. Papa kecewa dengan keputusanmu. Kamu tak pernah cerita terbuka dengan papa.

“Pa
maafkan Salma ya. Kalau apa yang Salma lakukan mengecewakan papa. Iya pa memang itu suamiku. Sebagai istri aku menerima apa adanya. Kekurangan dan kelebihannya.”

“Papa benar-benar marah kau baru ceritakan setelah menikah.”

“Iya pa, memang baru aku ceritakan setelah pernikahan sudah terjadi.”

“Papa sebetulnya tak setuju dengan suami pilihanmu. Kalau kau memang masih mempertahankan pernikahan ini, papa tak ingin melihatmu di kota ini.

“Pa
pa!!,” Salma kaget dengan ucapan papanya.

“Pergi jauh dari kota ini Salma!”.

Kenangan lima bulan yang lalu itu memang kerap membuat aku menjadi seseorang yang kalah dalam menghadapi semua. Kalah untuk terus menyemangati diri. Kalah untuk terus berpikir positif. Kalah untuk terus menang. Aku merasa dalam posisi kalah. Aku ingin keluar dari kekalahan. Tapi semua seperti tak mendukung. Aku hanya bisa berpasrah. Aku hanya ingin terus melangkah. Meski langkahku berat.

Ya, kenangan itu sudah terjadi. Kenangan itu tak bisa diubah. Aku tak bisa kembali ke masa yang lalu dan memperbaikinya. Detik demi detik telah berlalu kenangan itu hanya menjadi suatu sejarah dalam hidupku.

Pada senja kali ini aku hanya ingin belajar menerima kenyataan yang ada. Aku tak ada lagi di tempat kotaku tinggal. Saat ini aku ada di kota Surabaya. Menunggu suamiku Mas Fatar pulang dari kerja. Surabaya menjadi tempat aku hidup bersama belahan jiwaku.

Di tempat yang baru ini aku merajut impian bersama Mas Fatar. Satu impian untuk hidup yang lebih baik. Meski papa satu-satunya orang tuaku yang masih hidup tak bisa menerima kenyataan ini. Aku tetap terus melangkah melewati tiap jalan. Aku tak ingin bersedih terlalu lama. Aku ingin berjuang.

Kepergianku di kota Salatiga ini adalah demi kebahagiaan bersama Mas Fatar. Aku berusaha terus untuk fokus mengarahkan pikiran ke depan. Meski kadang ada sederet kenangan masih mengganggu. Mas Fatar itu adalah alasan untuk aku tetap bertahan dalam pernikahan. Kehidupan sisi gelap masa lalu Mas Fatar selalu aku terima. Dan aku berharap pernikahan aku dengan Mas Fatar tetap langgeng.

Aku tetap berusaha berpikir ke depan. Karena hanya aku yang bisa menerima Mas Fatar dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dan hanya aku yang bisa untuk menjadi support system terbaik Mas Fatar. Suka dan duka aku tetap setia dengan Mas Fatar. Mas Fatar adalah pasangan terbaikku. Aku akan tetap setia bersama Mas Fatar.

Ketika hidup yang aku jalani memang tak selalu sesuai harapan. Terkadang saat pikiran tak menentu aku rindu memandang bunga Amaryllis yang ada di halaman rumahku. Bunga yang selalu melambangkan kegembiraan, kedamaian, cinta ini selalu aku lihat saat pagi mulai menjelang. Bunga Amaryllis menjadi semangatku untuk hidup. Menjadi inspirasiku untuk terus memiliki cinta bagi Mas Fatar dan sesama.

Karya Devita Andriyani, seorang wiraswasta yang menyukai cerita-cerita fiksi untuk mengasah kemampuannya, serta masih aktif mengikuti kegiatan Komunitas Penulis Ambarawa.