Berikut adalah puisi-puisi yang mendapatkan nominasi terbaik satu sampai sepuluh di Pekan Sastra II (26-28/10/17) yang dilaksanakan oleh HMPS Sasindo FBS UNM.
1. Ditikam Sepi
-buat Ibu yang jauh
(Muhammad Arifin)
Agar kau bisa menghitung-hitung sepi,
pakailah bilangan yang hampa.
Sebab kesendirian perkara memadukan duka dan lara
Ingatan yang ditinggalkan Ibumu,
menjadikanmu paham,
segala luka yang kau kenang
segala kalut yang tak tenang
Sepi menikammu berkali-kali
surat yang tak terbalas,
kabar yang tak terdengar,
dan hampa yang senangtiasa mendekap.
agar kau bisa menahan rindu,
simpanlah segala pelukan,
sebab jauh yang membentangkan pisah
segala yang memberi resah.
Camba, Agustus 2017
Muhammad Arifin lahir di Lapurau, 31 Mei 1995. Saat ini tengah menyelesaikan studi S1 di Universitas Negeri Makassar. Menjabat sebagai pimpinan redaksi LPM Estetika. Ditengah malas yang senangtiasa mendera, masih sesekali menyempatkan menulis esai, cerpen, dan terutama puisi.
2. Mencari-NYA
(Faisal)
Hidup atau mati apa bedanya?
Hidup dan mati yang manakah yang lebih dulu
Apakah pagi yang memulai malam ataukah malam yang memulai pagi
Siapa yang menciptakan kehidupan dan kenapa,
Kenapa sejarah hanya mampu menceritakan tapi tak bisa menafsirkan!
Kemudian aku ini siapa
Memulai hidup dengan tangis kemudian menjalaninya
Meraba masa depan dan mencoba mengerti
Kasih sayang yang membuatku bertahan tapi itu benih dendam
Dan cinta yang kuanngap alasan kebahagiaan hanya godaan perih dan penyesalan
Bersama terangnya siang dan gelapnya malam
Siapakah yang akan mengakhiri
Apakah hidup benar benar akan menjalani kematian atau kematianlah awal dari kehidupan
Faisal anak dari bapak Amir dan ibu Nur Alam lahir pada hari senin, 24 april 2000 sekarang masih duduk di kelasXII SMAN 1 TAKALAR. dan bercerita bukanlah gayaku, bisa dihubungi melalui no 082347240796.
3. Orang-orang
(Umi Marfathonah)
Semasa aku TK
Ada kegiatan mewarnai
Guruku berkata warna gambarku sangat tidak indah
Sejak itu aku berhenti mewarnai hidupku
Semasa aku SD
Aku ikut paduan suara
Guruku bilang suaraku parah sekali
Semenjak itu aku selalu bungkam terhadap apapun
Semasa aku SMP
Aku membaca potongan ayat
Guruku bilang suruh lepas jilbab saja
Karena tajwidku salah semua
Semenjak itu aku tak terlalu dekat dengan Tuhan
Pada waktu kuliah
Tak ada yang menjauhi dan protes padaku
Walaupun aku memakai obat tidur
Walaupun aku minum alkohol
Walaupun aku bertindik
Bolos belasan kali
Akhirnya jiwaku bebas
Banyumas, 3 Agustus 2017
Umi Marfathonah, 20 tahun dan sedang kuliah sastra Inggris. Menyukai buku, makanan pedas, dan mengisi kolom-kolom di umimarfa.web.id. Dapat disapa dan diajak berdiskusi melalui umi.marfa@gmail.com atau akun twitter @marfaumi.
4. Bontomate’ne
(Wahyu Gandi G)
; Z
Cinta mungkin hanya bahasa yang takut bicara,
sebab telah kau renggut lidahnya menjadi
kata-kata yang paling hampa tumpah
di tanah bontomate’ne tempatmu pulang,
ke sebuah tempat tinggal yang tak pernah
gagal menghalau rasa pulangmu ke pangkuan
Ibu dan Ayah, juga rumah, dan aku hanya menunggu
giliran jadi tempatmu pulang setelahnya.
(2017)
Wahyu Gandi G, mahasiswa program studi sastra Inggris Universitas Negeri Makassar yang lahir di tanggal dan bulan kematian Chaeril Anwar. Menulis prosa, puisi dan sesekali esai yang dimuat di beberapa tempat dan alamat. Dapat disurati wahyugandi8@gmail.com.
5. Batara
(Al-Fian Dipahattang)
1.
Tanah Batiling adalah jatuh mata air
di balik kelopak keringat dan air mata
menyentuh harum bibir bahagia.
Dicintai lada, sawah, dan jambu air
—membuat hati petani
tak berpaling dari tanah.
Terbiasa mencium telapak kaki,
membuat tanah berkisah pada jejak-jejak
petani dari jejaka sampai masa tua.
2.
Seroja desa di Tamanroja, terduduk sepi
di balik jendela. Matanya bening
ditetesi rindu pada kekasih. Hening berharap.
Ia rahasiakan kesetiaan dan satu nama
—dibiarkan para lelaki menunduk
turun tangga mengubur harapannya.
Ia tahu cara menghibur diri
ketika rekaman suara walet
di belakang rumah mengintai takdir.
3.
Di mata Kali Bara, sapi dan kerbau,
muncul jadi bara harapan
berubah kol, kelor, dan garam di dapur.
Dada yang tak sesak itu
dari gemuk hewan ternak
tiap waktu makin lihai makan sendiri.
Cinta yang sebenarnya tak lagi ragu
jadi lagu buat ikan-ikan di tambak.
Tapi, ombak hatimu makin ganas.
* Batara merupakan desa yang penamaannya diambil dari tiga dusun yaitu Batiling, Tamanroja, dan Kali Bara. Salah satu desa teladan di Sulawesi Selatan yang terletak di Kabupaten Pangkep.
Alfian Dippahatang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan 3 Desember 1994. Kuliah di Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin. Menulis prosa, puisi, dan lakon. Suka kuliner Coto Makassar dan wortel. Twitter: @dippahatang. No. HP/ WA : 085342023212
6. Ketika Mimpi di Ketiak Para Bedebah
(M.H. Idris)
Percuma mimpi tinggi
Kalau hanya mengawang tanpa kepastian
Hadapilah realita, cari kerja
Omong kosong dari para bedebah
Wahai para pemimpi
Yang masih bau kencur
Yang rapuh jika disindir
Yang hancur jika digempur
Beranikanlah diri. Pergilah. Berpetualang.
Buanglah semua sendu yang berpalang ragu
Jadilah apapun yang kau mau
Karena hidupmu. Bukanlah hidup mereka
Buktikanlah kepada para bedebah
Bahwa kau hidup
Hidup dan menua bersama mimpimu
Tak seperti mereka, yang hidup dan mati bagai kapilah berlalu
(Aku yang menggebu di sebuah ruang berantakan di daerah perbatasan. Bogor, 2017)
M.H. Idris, seorang kesatria dari Kerajaaan Padi. Hidup dan mati bersama mimpi. Tak peduli apa kata orang mati. Yang penting dengan harga diri. Harga diri sebagai pemimpi. Salam dariku. Seseorang yang menanti badai.
7. Perempuan Jingga di Langit Adonara
(Once Luliboli)
Rupa-rupa di langit Adonara
Reruntuhan mega berkecai luruh
Di bawah, lamunan senja menerawang matahari yang kian menipis bibirnya
Ada perempuan yang ikut menua bersama jingga
Perempuan penenun kelaki-lakian Adonara
Perempuan yang di kepalanya sarat oleh kepedihan
Apakah aku lelaki yang melukainya?
Jingga lekat merona
Seketika lenyap dan gelap
Sepotong malam pekat
Seekor zaman sangat cepat
Menyambar, menikam kekudusannya
Luka-luka lamunan di langit Adonara
Mengapa selalu tersenyum?
Sungguh perempuan tua seribu rahasia
Ia tak pernah hilang
Ia hanya diam, selalu bersama jingga
Adonara, 8 Agustus 2017
Once Luliboli, lahir di Adonara, Flores Timur, pada 25 Oktober 1997. Once adalah mahasiswa aktif, program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar (UNM). Once bisa ditemui kapan saja di Panggung Daeng Pamatte, Bengkel Sastra UNM atau bisa dihubungi melalui telepon; 0822 4386 9633, atau Facebook; Once Luliboli.
*Adonara adalah sebuah pulau kecil di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
8. Perkenangkan Aku Mengigat-Mu
(Fan Bets Duth)
Ya Rabbi
Aku masih ingat, ketika dulu aku mengingat-Mu
Coretan demi coretan kitab suci ku pelajari
Kata demi kata para kyai kusimpan dalam hati
Tentang mahabbah para Rasul
Dan para sahabat yang pantas menjadi kekasih
Lalu kuletakkan di hati, seperti tanah dalam lautan
“Kubangun kata para kyai untuk mencapai mahabbah para rasul”
Hari bulan dan tahun berlalu
Aku berusaha mengingat-Mu dengan mahabbahku ini
Tapi aku masih belum menemukan cinta untuk-Mu
Gelisahpun makin terasa di hatiku
Mahabbah yang hilang
Yang terlepas dari jiwa dan raga
Hingga aku sulit menggapainya
Ya Rabbi
Hari bulan dan tahun berlalu kesekian waktu
Aku terus mencoba menelusuri bumi
Dan aku ingin menegakkan hatiku kembali
Untuk bisa menatap-Mu dari keguguranku ini
Ya Rabbi
Izinkan hatiku ini kembali mengingat-Mu
Meski ingatan kadang melayang ke berbagai permasalahan dunia
Aku ingin bangkit kembali dari jasadku
Yang telah hancur dari sekian waktu
Aku akan sanggup menanggung derita
Bila jiwaku ini jauh dari ajaran-Mu
Ya Rabbi
Perkenankan aku mengingat-Mu.
Fan Bets Duth, Puisinya terkumpul dalam antologi bersama Solitude (2012), Nostalgia(2013), Dialog Taneyan Lanjang (Bunga Rampai Majlis Sastra Madura), Dinamika Cinta Empat Saudara (2013), Jeritan Ruh Sabda (2013), Lautku Lautmu (74 Penyair Nusantara). Dan sekarang tinggal di PP. Ashabul Kahfi Jl. Semanggi Barat 1A Jati Mulyo Lowok Waru Malang. Email: fanpuisifan@yahoo.co.id.
9. Kidung Nyanyian Kampung Kuno
(Agon Naada)
Gotri ala gotri nagasari…
Tarian ilalang melambai-lambai awan
Bocah-bocah sumringah telanjang dada berlarian
Sawah-sawah tafakur di musim hujan
Para petani nyanyikan tembang kerinduan.
Tiwul owal-awul Jenang Katul…
Gulita malam melangiti perut bumi
Mengelupas debur ombak sampai akar-akar padi
Para balita merengek di selendang Pertiwi
Tandus di hati serahkahnya para Petinggi.
Dolan awan-awan delok manten…
Musim menyapa ladang dan gedung-gedung
Di hias kilauan mentari telanjangi gunung-gunung
Tangis bulan pecah sebelum nampak purnama
Tak lagi tradisi, tak lagi alami dan hujan pun tak lagi di pujaria.
Titenono mbesuk gedhe dadi opo…
Pohon-pohon tumbang di makan layar kaca
Sungai dengan ikan-ikan merindu jamahnya
Di polah lincah kidung nyanyian bocah
Sepi, semesta runtuh di pentasan kabel dunia.
Podheng mbako enak mbako sedeng…
Siulan burung tuli di pucuk pagi
Obor redup samarkan peta suci
Mendekam di dekap pilihan birahi
Semua semedi pada gebyar sensasi
Kampung tulen sepi tanpa tembang lagi.
Dengklok engklak-engklok koyo kodok…
Sang surya mengkerut tinggalkan panas perkasa
Menyulam hari di senja renta
Siklus waktu menghantar ranjang penantian
Hanya meratap menyaksikan sawah ladang tergadai kaca media
Sampai Tuhan pun terlipat di dalam saku celana
Kidung nyanyian kampung kuno mati dimakan usia.
Demak, 09 Agustus 2017
Agon Naada, Lahir di Demak, 08 Agustus 1980 Penikmat Sastra Indonesia Penggiat Literasi “ Pena Santri Rausal “ Ponpes Raudlotus Salikin – Wedung – Demak – Jawa Tengah. Sekarang Bekerja di Madin Rausal Wedung – Demak.
10. Perempuan dan Telepon Genggam
Kau selalu ingin menjadi apa yang kuinginkan diatas apa yang kau angankan. Sesaat sebelum semua berubah, kau datang padaku dan bilang “Aku ingin selalu dekat denganmu, kemanapun kau pergi aku selalu ada. Aku ingin selalu menemani hari-harimu sebab aku takut jika sehari tanpaku, duniamu akan berubah menjadi asing, duniamu akan berubah menjadi kosong. Aku ingin menemuimu sebelum kau tertidur dan sesaat setelah kau terbangun. Aku ingin menjadi hal yang selalu menyampaikan kabar baik, meskipun sesekali aku menyampaikan juga kabar buruk kepadamu.” Pintamu sambil berlutut di hadapanku dan berharap aku dapat jatuh ke pelukanmu sekali lagi.
Terlalu sulit dan terlalu rumit perihal itu berkecamuk di dalam kepala dan dadaku “Bagaimana caranya agar aku bisa percaya kata-katamu?” Tanyaku. “Aku bisa menjadi apapun yang kau minta dan aku akan menjadi apapun yang kau inginkan” dengan cepat kau segera menjawabku melebihi kecepatan pesawat tempur yang sering kau nyanyikan dulu. Dan akupun meminta satu hal agar aku bisa percaya. “Bisakah kau menjadi telepon genggam saja bagiku?”
Melebihi kecepatan pesawat tempur dalam lagu kesukaanya, lelaki itu segera menjelma telepon genggam. Menyesali perbuatannya, perempuan itu, kemanapun dan dimanapun selalu membawa telepon genggam. Apakah sebaiknya aku menjadi menjadi telepon genggam juga bagimu?
Makassar, 2017