Laporan Khusus

NESTAPA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL UNM

Peringatan! Tulisan di bawah ini mengandung konten eksplisit. Kronologi kekerasaan seksual pada pemberitaan ini sudah mendapatkan persetujuan dari pihak korban dan pendamping untuk dimuat.

Makassar, Estetika – “Terakhir komunikasi itu 8 Juli, katanya sudah dikasi masuk surat rekomendasinya, tapi sampai sekarang belum ada perkembangannya,” terang Nesa (nama samaran) pada Selasa, 1 Oktober 2024. 

Tujuh bulan berlalu sejak Nesa (nama samaran) pertama kali melaporkan kasus korban ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Negeri Makassar (UNM), pelaku akhirnya dikenakan sanksi. Nesa meminta identitasnya tidak disebutkan. Dia takut terkena masalah.

“Dia (korban) cuti kuliah sekarang,” terang Nesa pada Tim Estetika pada Kamis, 21 Maret 2024 lalu.

Korban tidak dapat menceritakan pelecehan seksual yang dialaminya akibat trauma. Maka dari itu, korban memercayakan Nesa untuk menceritakannya kepada Tim Estetika. 

Nesa pertama kali mendengar kejadian pelecehan seksual yang dialami korban pada Sabtu, 16 Maret 2024 lalu. Kala itu, kata Nesa wajah korban tampak murung. Nesa juga melihat goresan luka di beberapa bagian tubuhnya.

Bagi Nesa, korban bukan lagi pribadi yang biasa ia temui pada hari-hari sebelumnya.

Kepada Nesa, korban mengadu bahwa ia mengalami pelecehan seksual pada Jumat, 15 Maret 2024 dini hari. Nesa menuturkan bahwa pada hari itu terduga pelaku berbaring di belakang korban kemudian memeluk hingga meraba bagian tubuhnya.

“Dia kan tidur, terus ini terduga pelaku tidur lagi di belakangnya, langsung memeluk dari belakang,” tuturnya. 

Dalam keterangannya, terduga pelaku sempat meminta maaf kepada korban dengan dalih bahwa serangkaian kejadian yang ia lakukan adalah hal yang tidak disengaja.

Sorry nah nda sengaja itu tadi nabilang (pelaku),” kata Nesa.

Satgas PPKS UNM Tangani Kasus KS Sesuai SOP?

Setelah mendengar kejadian yang menimpa korban, Nesa mengajukan laporan tersebut tidak lama setelah mendapatkan persetujuan dari korban pada 15 Maret 2024.

Namun, tiga hari berlalu, tak ada respons sama sekali dari Satgas PPKS UNM.

Kepada Tim Estetika, Nesa mengatakan bahwa sejak mengajukan laporan, ia dan timnya tidak berhenti menghubungi Satgas PPKS UNM. Mulai dari menghubungi melalui Instagram dan WhatsApp Satgas PPKS UNM, hingga mengakses barcode hotline pengaduan.

Terlebih lagi, Nesa sempat tidak dapat mengakses hotline pengaduan Satgas PPKS UNM. 

Tampilan hotline pengaduan Satgas PPKS UNM yang tidak dapat diakses, Rabu (20/3). Foto: Tangkapan layar/Estetikapers.

Tidak mendapatkan tanggapan, Nesa memutuskan untuk mendatangi Sekretariat Satgas PPKS UNM pada Selasa, 19 Maret 2024. Ia menceritakan bahwa dirinya menunggu hingga pukul 11.00 Wita, lalu kembali lagi pada pukul 14.00 Wita.

Namun, pada hari itu, baik Ketua maupun Anggota Satgas PPKS UNM tidak berada di tempat.

“Pimpinannya Satgas ini tidak datang,” keluh Nesa.

Pada hari yang sama, Nesa melaporkan lambatnya respons dari Satgas PPKS UNM kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Katanya, UPTD PPA akan menghubungi Satgas PPKS UNM, karena mereka memiliki jalur koordinasi dengan semua Satgas di kampus-kampus Makassar.

Pada Minggu, 20 Maret 2024 tepat empat hari sejak Nesa mengajukan laporan, ia dan timnya akhirnya mendapatkan balasan dari Satgas PPKS UNM. Satgas PPKS UNM mengarahkan Nesa untuk mengisi formulir. 

Namun, Nesa berpendapat bahwa seharusnya pengisian formulir tidak perlu dilakukan karena sudah mengantongi surat pengantar dari UPTD PPA.

“Kami disuruh lagi isi ulang formulir dan semacamnya padahal sudah jelas, sudah ada surat pengantar dari UPTD PPA,” kata Nesa, sembari mengeluhkan hal tersebut. 

Selang dua hari, pada Jumat, 22 Maret lalu. Nesa dipanggil kembali oleh Satgas PPKS UNM untuk melakukan asesmen awal, dirinya juga diberi penjelasan terkait alur dan proses penanganan.

Pada pertemuan tersebut, Nesa juga menanyakan mengapa barcode pada hotline pengaduan tidak dapat diakses. Satgas PPKS menjawab bahwa hotline pengaduan sedang bermasalah.

Nesa juga sempat diarahkan oleh Satgas PPKS UNM untuk langsung menghubungi Sekretaris Satgas PPKS UNM. Namun, Nesa bilang kontak bersangkutan juga tidak tercantum di hotline pengaduan.

“Masalahnya ini nomor Sekretaris Satgas PPKS UNM tidak dicantumkan di hotline,” tutur Nesa sembari menunjukkan laman hotline Satgas PPKS UNM kepada Tim Estetika.

Tampilan Instagram @satgasppks_unm yang tidak mencantumkan nomor Sekretaris Satgas PPKS UNM, Rabu (20/3). Foto: Tangkapan layar/Estetikapers.

Enam hari kemudian, Nesa dan rekannya yang tercatat sebagai saksi mendapatkan surat melalui WhatsApp untuk datang pada Jumat, 29 Maret 2024 dalam hal pengambilan keterangan.

Setibanya di ruangan Satgas PPKS pada waktu yang telah ditentukan, Nesa dan rekannya menunggu sekitar tiga jam karena Satgas PPKS UNM sedang mengadakan rapat.

Setelah tim Satgas PPKS UNM rapat, alih-alih langsung meminta keterangan seperti isi undangan. Satgas PPKS UNM malah menjadwalkan ulang pengambilan keterangan ke pekan depan tanpa memberikan penjelasan.

“Setelah datang saksi hari Jumat itu ditunggu beberapa jam dulu karena mereka lagi rapat. Setelah rapat, baru paki masuk. Tapi sampai di sana ditunda lagi ke pekan depan,” jelasnya.

Sebelum Nesa dan rekannya keluar dari Sekretariat Satgas PPKS UNM, ia menyampaikan permintaan korban untuk tidak memberikan keterangan di depan laki-laki. Namun, permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Satgas PPKS UNM karena alasan prosedur.

“Mereka bilang tidak bisa dipenuhi, karena kami punya prosedur,” katanya.

Mendapati penolakan itu, Nesa menuturkan rasa kekecewaannya terhadap Satgas PPKS UNM. Pasalnya, Satgas PPKS UNM mengaku telah membentuk tim yang terdiri dari tiga orang untuk menangani kasus ini. 

Pada Rabu, 3 April 2024, Satgas kembali memanggil ulang saksi untuk bertemu. Nesa merasa hal tersebut sudah tidak perlu dilakukan, karena Satgas PPKS UNM telah merekam semua keterangan dari saksi pada saat asesmen awal.

“Baru pi diantarkan lagi suratnya untuk ketemu hari Rabu ini untuk pemanggilan saksi lagi. Jadi sudah hampir satu bulan lebih dan belum pi ada prosesnya yang selesai,” katanya.

Nesa mengeluhkan kelambanan penanganan kasus ini. Kata Nesa, jika sesi konseling juga diserahkan kepada pihak Satgas PPKS UNM, bisa saja kondisi korban malah bertambah parah. 

“Andai dari awal kita berharap konseling ke mereka, mungkin tidak bakalan selamat korbannya,” sebutnya.

Selain menyayangkan penanganan yang lambat, Nesa juga mengeluhkan adanya perdebatan di antara Anggota Satgas PPKS UNM sendiri dalam menangani kasus.

Menurut keterangan Nesa, Anggota Satgas PPKS sempat berdebat terkait permintaan korban yang tidak bersedia melakukan asesmen awal jika asesornya adalah laki-laki. 

“Itu saja yang pas forum kemarin sempat berdebat para-paranya Anggota Satgas PPKS di depan kami,” bebernya.

Nesa kembali menghubungi Pihak Satgas PPKS UNM pada Rabu, 17 April 2024 untuk menanyakan perkembangan penanganan kasusnya.

Berselang lima hari tepatnya pada Selasa, 23 April 2024, Nesa baru mendapat kabar dari Satgas yang mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan pada terduga terlapor. Satgas PPKS UNM mengaku surat panggilan terlapor telah siap.

Selain itu, pihak Satgas akan kembali memanggil saksi setelah melakukan pemeriksaan dengan terduga terlapor.

Namun, sudah lebih dari dua pekan, tepatnya pada Senin, 12 Mei 2024, Nesa belum juga mendapat kabar apapun dari Pihak Satgas PPKS UNM, baik mengenai hasil pemeriksaan terduga terlapor maupun pemanggilan saksi.

Nesa bercerita bahwa pada Senin, 8 Juli 2024, ia kembali menanyakan perkembangan penanganan kasus korban. Barulah Nesa mendapat kabar bahwa Satgas PPKS UNM ternyata telah mengirimkan surat rekomendasi sanksi untuk pelaku kepada rektor.

Namun, Nesa belum mengetahui isi dari surat rekomendasi sanksi tersebut.

“Pas tanggal 8 Juli itu saya ketemu ibu Sekretaris Satgas PPKS dan dia mengabarkan kalau sudah direkomendasikan ke rektor suratnya tapi isi rekomendasinya belum diperlihatkan ke kami,” terangnya melalui WhatsApp.

Ia juga menyebutkan bahwa hingga Sabtu, 3 Agustus 2024, Pihak Satgas PPKS UNM belum memberikan informasi terbaru kepada Nesa terkait tindak lanjut dari rektor terhadap surat rekomendasi sanksi yang telah diajukan oleh Satgas. 

Selanjutnya, pada Selasa, 1 Oktober 2024, Tim Estetika kembali menghubungi Nesa untuk memperoleh informasi terbaru tentang kelanjutan kasus tersebut. Namun, Nesa mengatakan bahwa hingga saat itu belum ada perkembangan lebih lanjut mengenai kasusnya.

Untuk mengonfirmasi hal itu, Tim Estetika kembali menghubungi Satgas PPKS UNM. Ternyata, Surat Keputusan (SK) rektor terkait kasus tersebut sudah dikirimkan ke fakultas, namun pihak Satgas tidak memberikan kabar apapun kepada pendamping korban.

“Sudah ada SK Rektor ke fakultas dek,” pungkasnya. 

Mendengar hal tersebut, Reporter Estetika mencoba mengonfirmasi kembali ke pihak fakultas melalui Komisi Disiplin (Komdis) FBS.

Komdis FBS, Abdullah, mengonfirmasi bahwa pihak kampus telah mengambil langkah tegas terkait hal tersebut.

Ia menyebut bahwa pelaku telah dikenai sanksi berupa Drop Out (DO) berdasarkan SK Rektor, yang telah diterima oleh fakultas dan ditindaklanjuti oleh Dekan FBS.

“Kemarin sudah ditindaklanjuti oleh dekan dan sudah dikenakan sanksi akademik berupa DO,” katanya.

Satgas PPKS UNM ternyata membutuhkan waktu hingga tujuh bulan untuk menangani satu kasus. Padahal, jika merujuk pada Standar Operasional Prosedur (SOP) Satgas PPKS UNM, estimasi waktu penanganan kasus seharusnya maksimal 30 hari.

Tidak Punya SOP, Bagaimana LK Menangani Kasus KS?

Menurut keterangan dari Nesa, sebelum mendampingi korban. Korban terlebih dahulu mengadukan kasusnya ke Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga Kemahasiswaan (LK) pada Jumat, 15 Maret 2024. Namun, tak kunjung mendapat penanganan.

“Dia (korban) ketemu dengan satu pengurus LK di FBS, dan ceritakan kronologinya. Tapi, sampai siang itu tidak ada tindak lanjut apa-apa,” katanya.

Menurut keterangan Nesa, BEM membentuk tim untuk mengadvokasi kasus korban pada malam hari.

Selama sepekan, tim itu fokus melakukan pendampingan moril pada korban.

Sementara itu, menurut Komite Kekerasan Seksual Unhas, Syfa, mengatakan bahwa pendampingan kekerasan seksual yang tepat tidak hanya sekadar pendampingan moril, namun memerlukan consent dengan korban. Selain itu, korban perlu diberikan ruang aman, konseling ke psikolog, serta bantuan hukum.

“Menurutku semestinya bukan hanya pendampingan kasusnya saja sampai ke ranah regulasi tapi perlu ada pendampingan konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum kepada korban atau pelapor,” jelasnya saat diwawancarai pada Kamis, 30 Mei 2024, melalui WhatsApp.

Selama melakukan pendampingan moril, Demisioner Presiden BEM FBS, Alam, menyebut bahwa BEM dan timnya juga menangani kasus ini dengan cara membagi tugas.

Ia menyebut bahwa Pihak BEM bertugas untuk melaporkan kasus korban ke Satgas PPKS UNM. Sedangkan Nesa fokus mendampingi korban, seperti mengurus konsultasi dengan UPTD PPA.

Dalam bekerja sama dengan Satgas, Alam menyebut BEM bertugas untuk mencari bukti. Sementara Satgas menyelidiki dan memutuskan kasus ini dikategorikan pelecehan ringan, sedang, atau berat.

“Sebenarnya ini kerja sama antara BEM dengan Satgas,” katanya.

Namun, kerja sama antara BEM dan tim yang dibentuknya tidak berjalan semestinya. Nesa mengaku komunikasi antar BEM dan timnya kurang lancar.

“Baru pi lancar komunikasi karena ada grup yang dibuat. Tapi ada beberapa itu tidak ada kabar sama sekali,” jelasnya.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh Tim Estetika, BEM mengaku tidak memiliki SOP dalam menangani kasus ini, BEM nyatanya hanya merujuk pada Undang-Undang serta melakukan diskusi.

“Periode sekarang tidak ada SOP resmi untuk bagaimana cara penanganan kasus KS,” katanya.

Diketahui, BEM FBS periode 2020-2021 memiliki SOP Kekerasan Seksual bahkan terdapat Rumah Aman bagi korban kekerasan seksual. SOP itu terbit ketika terjadi kasus kekerasan seksual yang menimpa beberapa Mahasiswa UNM yang diberitakan oleh LPM Estetika FBS UNM pada 2021 lalu.

Baca juga: WANSUS BEM FBS UNM, TETAPKAN SOP PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI KAMPUS 

KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI UNM, KEJELASAN TINDAK LANJUT DIPERTANYAKAN

KRONOLOGI PELECEHAN SEKSUAL, UNM BUTUH SOP? 

Namun, Alam mengaku bahwa SOP dari masa kepemimpinan Amastasha tidak digunakan selama periodenya, karena SOP tersebut tidak diturunkan pada masa kepemimpinannya. Mirisnya, BEM di periodenya juga tidak berupaya mencari atau menanyakan SOP tersebut.

“Sudah jauh banget mi itu dari periodeku dan kami tidak memerhatikan hal seperti itu dan itu kesalahannya,” jelasnya.

Pada Jumat, 13 Mei 2024, Tim Estetika kembali menemui Alam untuk menanyakan terkait temuan bukti. Alam menerangkan bahwa BEM telah menemukan bukti yang sudah dapat dibawa ke ranah hukum. Bukti itu berasal dari pernyataan beberapa saksi yang sama dengan pernyataan korban.

“Dua bukti itu sudah bisa diberikan ke Satgas,” jelasnya.

Sementara itu, ia menegaskan bahwa BEM dan LK akan memberikan sanksi sosial kepada pelaku dengan tidak memberikan wadah di FBS. Jika ada yang berani memberikannya, maka BEM akan mengecam dan menindaknya.

Korban Putuskan Cuti Kuliah Akibat Trauma

Korban saat ini telah memutuskan untuk cuti kuliah dan tidak mengaktifkan sosial medianya untuk sementara waktu. 

Mengenai urusan kuliah, Nesa diamanahkan untuk membicarakannya ke dosen Prodinya. Korban mengaku tidak berani mengomunikasikannya secara langsung. 

Nesa juga telah membicarakannya dengan pihak Prodi korban dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan (WD III) FBS. Ketua Program Studi (Kaprodi) korban saat itu meminta untuk berbicara langsung dengan korban. Namun, sejak saat itu korban sudah tidak dapat dihubungi.

“Ini yang belum saya tau, karena korban cuma sempat komunikasi mau cuti dan sudah tidak bisa dihubungi,” jelasnya.

Pada Jumat, 26 Juli 2024, Tim Estetika kembali menghubungi Nesa untuk mengetahui kabar terbaru korban. Sayangnya, Nesa mengaku bahwa korban sudah tidak dapat dihubungi sejak korban memutuskan untuk cuti kuliah.

“Korban sudah hilang kabar semenjak memutuskan cuti kuliah, kami berusaha kontak tapi tidak bisa,” sebutnya.

Tidak berhenti di situ, Reporter Estetika kembali menghubungi Nesa pada Selasa (1/10) untuk mengetahui kabar korban. Sayangnya, Nesa mengatakan bahwa semua kontak korban belum bisa dihubungi. 

“Semua kontaknya belum bisa dihubungi,” katanya.

Sejak terbentuknya, Satgas PPKS UNM bertugas memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual di kampus. Namun, hingga saat ini, kinerjanya belum terlihat secara jelas.

Reporter: Tim Estetika

Mengenai laporan yang kami susun ini, pihak yang merasa tidak sependapat dengan hasil laporan, silakan mengirimkan hak jawab di surel haloestetika@gmail.com, baik berupa saran, kritik, atau tanggapan ralat hingga tuntutan penurunan laporan.

Related posts

KRONOLOGI TEMUAN BRANKAS NARKOBA DI FBS, TANGGAPAN LK HINGGA TINDAK LANJUT KAMPUS

Editor - Yusyfiyah Adinda Saputri
June 14, 2023

KRONOLOGI AKSI MAHASISWA UNM BERSATU HINGGA FAKTA DI BALIKNYA

Editor Estetika
April 11, 2022

SYAM OK, BELUM OKE?

LPM Estetika FBS UNM
February 26, 2021
Exit mobile version