Wawancara Khusus

WANSUS BEM FBS UNM, TETAPKAN SOP PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI KAMPUS

Makassar, Estetika – Menindaklanjuti kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menimpa mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FBS UNM menetapkan Standar Operasional Penanganan (SOP) penanganan dengan mempertimbangkan hasil rapat koordinasi bersama seluruh Lembaga Kemahasiswaan (LK) FBS UNM yang dilakukan di Sekretariat HMJ FBS, Kamis (16/9) lalu.

SOP ini diperuntukkan ke seluruh mahasiswa FBS UNM dan ditembuskan ke seluruh LK melalui surat nomor 072/B/BEM/FBS-UNM/IX/2021, Jumat (17/9) lalu.

Menanggapi hal ini, Tim Estetika melakukan wawancara khusus (wansus) dengan menemui Amastasha selaku Presiden BEM FBS UNM dan Alifia selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan BEM FBS UNM di kampus untuk memperjelas isi SOP, Senin (20/9) kemarin. Berikut uraian hasil wawancaranya.

SOP ini disahkan/ditetapkan berlandaskan pada peraturan apa?

SOP ini sudah masuk pada konstitusi LK dan ketentuan yang telah ditetapkan dalam SOP harus diikuti oleh semua LK yang ada di FBS UNM.

Seperti apa bentuk penyebaran informasi mengenai SOP yang telah ditetapkan ini?

Dari pihak BEM sendiri masih mendiskusikan seperti apa bentuknya, apakah akan mengadakan sosialisasi atau membuat forum, ataukah melalui media sosial BEM dan LK FBS. Untuk penyebaran link SOP, nanti akan disebar, sementara proses.

Di dalam SOP, LK FBS UNM hanya menindaklanjuti poin 1, 2, 3, 5, 7, dan 12 pada jenis pelecehan dan kekerasan seksual yang tertera di SOP UI sebagai pedoman. Mengapa demikian?

Jenis-jenis pelecehan seksual ini kami klasifikasikan dengan merujuk pada Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Saat rapat pembahasan dan penetapan, forum sepakat cuma memasukkan beberapa yang bisa saja terjadi di lingkup kampus. Dari beberapa jenis itu, hanya beberapa yang bisa ditindaklanjuti dan dikawal oleh LK FBS UNM.

Jikalau pun ada kejadian/pelanggaran pelecehan seksual di luar poin yang ada di SOP, kami dari pihak LK siap mendampingi dan berharap semua civitas akademika FBS UNM melapor jika memang ada terjadi hal seperti itu sehingga bisa segera ditangani.

Pada bagian SOP yang memuat “terlapor mencakup mahasiswa”. Dalam hal ini, bagaimana tindak lanjut atau pengawalan LK FBS UNM jika yang terlapor merupakan oknum dosen, pegawai, dan sejenisnya yang ada di lingkup Kampus FBS UNM?

Tentu turut andil. SOP ini dibuat dan diberlakukan untuk tataran mahasiswa. Semisal ada kasus yang terjadi antar mahasiswa, kita selesaikan di lembaga kemahasiswaan dengan merujuk pada SOP ini. Jika dosen, kami akan selesaikan dengan pimpinan fakultas. Jika korban ingin membawa ke ranah hukum, kami siap mendampingi korban.

Untuk tim investigasi, apakah sudah dibentuk atau baru akan dibentuk jika ada kasus yang akan ditangani?

Sudah dibentuk sedari awal semenjak dibukanya layanan pengaduan. Tim itu terdiri dari fungsionaris LK.

Seperti apa pembentukan majelis hakim dalam SOP?

Di draf yang kami bahas, itu sudah ada beberapa masukan dari teman-teman pada saat rapat koordinasi. Untuk majelis hakim sendiri, itu diambil dari bagian tim investigasi.

Apakah pembentukan anggota di dalam majelis hakim ini terpisah dengan tim investigasi?

Tidak terpisah. Majelis hakim itu sama saja dengan tim investigasi, karena mereka yang mengetahui data kasus yang sedang ditangani. Jadi, pihak LK memercayakan kepada mereka sebagai penentu sikap/tindakan yang akan diambil.

Apakah ada keterlibatan senior dalam penanganan kasus?

Perlu ditekankan, yang mengetahui data korban hanya tim investigasi. Tim investigasi ini melakukan konsultasi terhadap semua elemen yang ada di FBS, dalam hal ini termasuk senior-senior dan di tataran kemahasiswaan. Hal ini berupa meminta saran.

Di bagian tim investigasi, salah satu kriteria adalah tidak memiliki hubungan baik itu terhadap pelapor, terlapor maupun korban pada kasus yang ditangani. Lalu, bagaimana jika dalam suatu kasus, baik pelapor/terlapor/korban memiliki hubungan dengan salah satu individu yang ada di dalam tim, apakah indvidu dalam tim tersebut akan dikeluarkan dalam tim investigasi?

Untuk hal ini, individu itu tidak dikeluarkan dari tim investigasi, tetapi tidak dilibatkan dalam menangani kasus.

Pada bagian penetapan kasus, memuat pertimbangan “Apakah alat bukti yang diajukan penggugat dan tergugat memenuhi syarat formil dan materil”. Dalam hal ini, mengingat kasus-kasus pelecehan sering kali terjadi di balik dinding, tanpa saksi dan sulit untuk punya bukti fisik selain dari pernyataan korban. Merujuk dengan keadaan itu, alat bukti secara formil dan materil apa yang dimaksud dalam SOP ini sebagai bahan pertimbangan dalam menangani kasus?

Selama penggarapan SOP ini, kami selaku pihak yang menggarap juga meminta pandangan serta saran dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar terkait alat bukti bagi kasus pelecehan seksual. Menurut mereka, kronologi kejadian adalah bukti fisik yang bisa dijadikan alat bukti sebagai bentuk pembelaan dari korban/penyintas. Maka dari itu, dalam SOP mengatur bahwa baik korban maupun terlapor yang diwawancarai oleh pihak penyelidik harus menandatangani surat pernyataan bermaterai sebagai bukti nyata mengenai kronologis kejadian yang diceritakan.

Pada bagian ketetapan sanksi dari korban, apakah korban yang akan menentukan jenis sanksi yang ia kehendaki untuk diberikan kepada pelaku?

Iya, kami pertimbangkan karena yang mengalami hal itu adalah korban. Sudah pasti ketika mempertanyakan kepada korban terkait sanksi, yang diinginkan korban adalah pelaku mendapat sanksi dari perbuatannya. Kami menetapkan ini agar korban merasa lega dan traumanya bisa hilang.

Sanksi yang diberikan korban kepada pelaku itu akan dipertimbangkan sehingga sanksi tidak melanggar hukum yang berlaku. Bagaimana menilai sanksi yang diminta melanggar hukum atau tidak?

Jika sanksi yang diminta oleh korban itu melewati batas hukum yang berlaku atau di luar nalar yang bisa dipenuhi oleh pihak LK, sudah pasti kami tidak dapat memenuhi permintaan korban. Itu maksud dari redaksi kata yang ada di SOP.

Pada SOP, tidak dijelaskan bentuk pendampingan psikologi ke korban. Apakah tidak ada pendampingan khusus terhadap korban dalam mengatasi trauma yang dihadapi?

Dari pihak BEM FBS UNM sendiri sementara mencari pendampingan psikologis di luar. Rencananya akan membuka bimbingan psikologi untuk korban yang mengalami trauma.

Pada proses mediasi korban dan pelaku, bentuk mediasi seperti apa yang dimaksud di dalam SOP?

Proses mediasi itu akan dilakukan oleh tim investigasi, baik kepada korban maupun pelaku. Dalam hal ini, bukan mempertemukan kedua pihak, tim invetigasi yang melakukan hal tersebut.

Apakah bisa dilakukan pengaduan jika pelapor dari luar lingkup Kampus FBS UNM melakukan pengaduan untuk mewakili penyintas/korban yang merupakan mahasiswa FBS UNM?

Jika ada korban yaitu mahasiswa FBS UNM dan laporan yang masuk itu dari pelapor di luar lingkup kampus, itu tetap dikawal. Tentunya kita tetap bisa berkomunikasi dengan pihak korban melalui pelapor ini.

Mengenai penyebaran identitas pelaku, SOP menetapkan akan dibongkar dalam forum putusan masyarakat FBS UNM. Dalam hal ini, bentuk pengungkapan seperti apa dan melalui media apa?

Akan diforumkan, baik itu dilakukan dengan rapat terbuka atau rapat koordinasi dan akan melibatkan masyarakat FBS UNM.

Sudah sejauh mana tindak lanjut LK FBS UNM dalam menangani kasus-kasus pelecehan terlebih telah membuka layanan pengaduan, apakah sudah ada yang melapor/melakukan aduan dan ditangani?

Sudah ada beberapa yang melakukan aduan dan sementara diinvestigasi. Berhubung sudah ada SOP, maka sudah jelas juga seperti apa tindakan yang perlu diambil oleh tim investigasi. Untuk saat ini, tim investigasi sementara melakukan cross check dan mencari data serta bukti untuk menentukan tindakan yang akan diambil.

Mengenai salah satu pelaku pelecehan yang telah terungkap, bagaimana dengan kejelasan statusnya? Apakah sudah dikenakan sanksi LK?

Untuk pelaku itu, pihak LK sudah mencabut hak kepengurusannya.

Berdasar dari hasil rapat terbuka yang diadakan oleh LK FBS UNM, akan dilakukan pemecatan terhadap fungsionaris LK yang terlapor dengan memberikan surat tembusan kepada setiap LK di FBS UNM. Akan tetapi, surat tembusan tersebut belum diterima oleh LK yang ada di FBS UNM. Bagaimana tanggapan BEM FBS UNM terkait hal ini?

Mengenai hal ini, kemarin sempat terjadi tindakan di luar koordinasi di LK FBS UNM. Namun, saat mengetahui kasus ini dan terjadi di lingkup kampus serta melibatkan fungsionaris LK, kami memutuskan untuk melakukan pemecatan atau mencabut hak kepengurusannya. Mengenai surat tembusan itu, kami belum tembuskan ke setiap LK FBS UNM.

Berdasar dari hasil rapat terbuka yang diadakan oleh LK FBS UNM, akan dilakukan pengunggahan identitas pelaku di sosial media. Namun, sampai sekarang belum ada satupun identitas pelaku yang disebar dan diunggah melalui sosial media BEM FBS UNM. Bagaimana tanggapan BEM FBS UNM terkait hal ini?

Untuk hal itu, memang tidak disepakati. Mengenai hal itu diatur di SOP, akan dibongkar melalui forum.

Itulah hasil wansus bersama BEM FBS UNM. Hal tersebut merupakan langkah awal solutif sebagai upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual di kampus FBS.

Di sisi lain, pihak birokrasi kampus belum membuka suara hingga saat ini terkait wacana pengadaan SOP. Tentu menjadi harapan semua pihak kepada birokrasi agar kasus ini segera menemui titik terang penyelesaian sesuai dengan hukum yang berlaku.

Reporter: Nur Ismi dan Rosdiana

Related posts

WANSUS SATGAS PPKS UNM: PROSEDUR PEMBENTUKAN HINGGA VALIDASI KINERJA

Editor - Nadifah Amaliyah
December 31, 2023

WANSUS PAKAR HUKUM: ULAS POLEMIK PENGESAHAN KUHP YANG RENTAN JERAT MAHASISWA

Editor - Gusdiana
January 25, 2023

WANSUS TIM PENGEMBANG SYAM-OK: MASALAH MEMBUAT KITA SELALU MELAKUKAN PERBAIKAN

Editor Estetika
February 26, 2021
Exit mobile version