Makassar, Estetika – Memasuki hari kedua Pekan Sastra II HMPS Sasindo, sekitar pukul 09.00 Wita bedah buku puisi Cinta yang Marah yang ditulis M Aan Mansyur dibedah oleh Arkil Akis pustakawan Kata Kerja. Kegiatan ini digelar di pelataran phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM), Jumat (27/10).

Puisi Cinta yang Marah ini terdiri dari 95 halaman dan berisi 21 puisi. Puisi ini merupakan fragmen tragedi yang terjadi pada Mei 1998.

“Buku ini mengingatkan kita kembali pada awal pergerakan Indonesia. Tepatnya 21 Mei 1998 yang dikenal sebagai Era reformasi,” kata Arkil.

Pustakawan Kata Kerja, Arkil Akis saat membedah buku puisi M Aan Mansyur berjudul “Cinta yang Marah”, Jumat (27/10). Foto: InayahNauliah/estetikapers.

Arkil Akis menambahkan bahwa cinta dan marah seringkali beriringan dengan realita yang ada.

“Seringkali cinta dan marah bukan sesuatu yang harus terpisah dan biasanya berada dalam satu paket dan dibuku ini sang penulis sengaja menulis puisi tentang kemarahan dia sebagai seorang penyair tentang kenyataan-kenyataan yang terjadi di sekelilingnya,” tambahnya.

Selain itu, ia juga melanjutkan bahwa pemilihan judul Cinta yang Marah tidak terlepas dari kecintaan penulis terhadap negerinya. Kemarahannya melihat situasi yang terjadi pada peristiwa 1998 membuat ia mencurahkannya dalam bentuk puisi.

Murni, salah satu peserta bedah buku yang berasal dari STKIP Yapim Maros berpendapat bahwa kegiatan ini, disamping bisa mendapatkan ilmu, acara ini juga sebagai ajang untuk berbaur dengan anak kampus lain.

“Ya, kita bisa mengambil banyak pelajaran dari sini dan menambah ilmu selain dari kampus saya (STIKIP Yapim) sendiri.Terus disini saya juga bisa berbaur dengan anak kampus lain untuk tambah-tambah teman,” ujarnya.

Disisi lain, Arni salah satu peserta yang merupakan alumni Universitas Indonesia Timur (UIT) berharap acara bedah buku ini dapat berlanjut. Bukan hanya di Pekan Sastra II saja.

“Semoga acara ini tidak hanya dilakukan disini saja, tetapi bisa lebih sering dilakukan oleh para mahasiswa. Karena, acara bedah buku seperti ini bisa membuka cakrawala berpikir mahasiswa tentang pentingnya membaca,” ungkapnya.

Acara ini ditutup dengan kesimpulan Arkil Akis tentang pentingnya membaca buku ini dan dilanjutkan dengan pemberian plakat dari panitia pelaksana.

“Saya sarankan anda semua untuk membaca buku Cinta yang Marah ini, karena 30 atau 40 tahun kedepan, buku ini akan menjadi sesuatu yang klasik. Minim buku yang membahas satu peristiwa lampau dengan memberikan pemaknaan lain dari apa yang kita dengar saat ini,” tutup lelaki kelahiran Barru ini.

Reporter : Inayah Nauliah dan Era Basriana