Gowa, Estetika— Badan Pekerja (BP) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dan BP Advokasi Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional mengadakan Diskusi dan Rilis Catatan Kasus Represi terhadap Pers Mahasiswa (Persma) via Zoom Meeting, Minggu (6/10).

Diskusi ini mengangkat topik fenomena peningkatan kekerasan terhadap Persma di Indonesia baik di dalam atau luar kampus selama rentan waktu tahun 2020-2021.

Suasana berlangsungnya Diskusi dan Rilis Catatan Kasus Represi terhadap Pers Mahasiswa tahun 2020-2021 via Zoom Meeting, Minggu (6/10).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin, menjelaskan bahwa kebebasan pers di lingkungan kampus sama dengan kebebasan pers di negara.

Menurutnya, demokratisasi kampus perlu dipertanyakan jika persnya tidak bebas berekspresi.

“Kalau ternyata persnya bebas, maka negara itu dapat dikatakan negara demokratis. Sama saja dengan kampus,” jelasnya.

Di sisi lain, Dewan Pers, Ninik Rahayu, menuturkan bahwa setiap warga negara, memiliki hak untuk berpendapat dan dilindungi.

“Mahasiswa atau jurnalis memiliki kemerdekaan untuk hak berpendapatnya karena setiap warga negara punya hak untuk dilindungi,” tuturnya.

Sementara itu, BPI Litbang PPI Nasional, Ummi Wahyuni, mengatakan bahwa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) rentan mendapatkan tindakan represi sehingga kampus harusnya juga berperan untuk melindungi mahasiswanya.

“Seharusnya kampus yang melindungi mahasiswa namun banyak yang berseteru,” katanya.

Reporter: Yulia Hasan