Makassar, Estetika – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar dialog antara Lembaga Kemahasiswaan (LK) dan Pimpinan UNM di ruang pertemuan lantai 7, Gedung Pinisi, Kamis (12/6).

Dialog ini bertujuan untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa dan mencari solusi atas sejumlah persoalan di lingkungan kampus.

Pertemuan ini dihadiri oleh Presiden BEM UNM, Wakil Rektor III Arifin Manggau, dan Wakil Rektor I Andi Aslinda.

Adapun tiga isu utama dibahas dalam dialog tersebut, meliputi:

1. Almamater Mahasiswa Baru 2025.

Mahasiswa meminta kejelasan mengenai status kewajiban pembelian jas almamater.

Dalam forum, mahasiswa menekankan pentingnya penegasan resmi dari pihak kampus bahwa pembelian almamater bukan hal yang wajib.

Selain itu, LK juga meminta kejelasan prosedur stempel Nomor Induk Mahasiswa (NIM) melalui platform resmi seperti grup Telegram Helpdesk.

Tuntutan lain juga meliputi penyediaan solusi bagi mahasiswa yang tidak mampu membeli almamater karena kendala ekonomi serta permintaan transparansi terkait rincian komponen Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Menanggapi hal tersebut, pihak universitas menyampaikan bahwa pembelian almamater tidak bersifat wajib dan informasi ini akan kembali ditegaskan kepada mahasiswa baru.

Prosedur stempel NIM juga akan disusun secara lebih terarah, dan faktor kemampuan ekonomi mahasiswa akan menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan kampus ke depan.

2. Platform Si-Nilai dan Sistem Informasi Akademik (SIA).

Dalam sesi ini, LK menyoroti perlunya sosialisasi yang menyeluruh terkait tata kelola platform Si-Nilai sebelum Semester Ganjil 2025/2026.

Selain itu, akses ke Si-Nilai dan SIA di luar jaringan Wi-Fi kampus juga menjadi tuntutan, mengingat keduanya merupakan layanan penting bagi proses akademik.

LK juga mengajukan permintaan agar penginputan nilai dibuka kembali, khususnya bagi dosen yang belum sempat mengisi.

Pihak kampus merespons bahwa panduan penggunaan platform akan segera disosialisasikan kepada seluruh mahasiswa.

Akses ke Si-Nilai dan SIA akan tersedia untuk semua penyedia jaringan, dan penginputan nilai dapat dilakukan kembali setelah masing-masing program studi mengajukan surat permohonan resmi.

3. Semester Antara/Semester Pendek (SA/SP).

Pada poin ini, LK mengusulkan agar pendaftaran SA/SP kembali dibuka dan juga meminta kelonggaran syarat minimal lima peserta per mata kuliah, agar mata kuliah tetap dapat berjalan meskipun pesertanya terbatas.

LK berharap pelaksanaan SA/SP dilakukan secara luring dan/atau daring yang bersifat interaktif, bukan sekadar pengumpulan tugas.

Menindaklanjuti hal ini, pihak universitas menyampaikan bahwa pelaksanaan SA/SP diserahkan kepada dosen pengampu dengan tetap mengacu pada regulasi akademik yang berlaku.

Pembukaan kembali program ini akan menjadi bagian dari upaya memenuhi kebutuhan akademik mahasiswa.

Sementara itu, salah seorang mahasiswa, Asmita, mengira bahwa pembelian almamater bersifat wajib karena menjadi salah satu syarat dalam proses stempel NIM.

“Karena salah satu persyaratan stempel NIM pakai kwitansi pembelian almamater, jadi kami pikir itu wajib,” ujar Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI).

Reporter: Salza Mariska