Kabar Kampus

SEMESTER PENDEK: JALAN PINTAS MENUJU SARJANA?

Parangtambung, Estetika – Setelah sempat diberhentikan bersamaan dengan pembekuan Lembaga Kemahasiswaan (LK) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) pada tahun 2013 lalu, Semester Pendek (SP) kembali diberlakukan di FBS UNM, Selasa (18/6).

Setelah dilakukan rapat fakultas, SP pun diberlakukan kembali di FBS dengan pendaftaran mulai 31 Mei hingga 14 Juni 2019, dan diperpanjang hingga Rabu, 19 Juni 2019 mendatang.

Sahril, Wakil Dekan Bidang Akademik (WD 1) FBS UNM, mengaku ditentukannya keputusan diberlakukan kembali SP agar dapat mempermudah mahasiswa untuk menyelesaikan studinya lebih cepat.

“Diperadakan kembali SP untuk lebih mempermudah mahasiswa yang terancam DO agar segera menyelesaikan mata kuliahnya,” terangnya.

SP Sebagai Jalan Pintas Mahasiswa Malas?

Program kurikulum yang sudah tertata hingga 8 semester akan sedikit menyulitkan mahasiswa untuk bisa menyelesaikan kuliahnya lebih awal atau 4 tahun. Maka diberlakukannya kembali SP pada tahun 2019 ini, tentunya menjadi angin segar bagi mahasiswa yang ingin cepat menyelesaikan studinya.

Salah satunya adalah Anggi Oktavia Nur Hs, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) angkatan 2016. Ia mengungkapkan bahwa ia sangat antusias dengan pengadaan SP kembali di FBS.

“Tentu saya sangat antusias diperadakannya kembali SP di FBS bisa Bantu saya program matkul yg sempat tertunda semester kemarin,” ungkapnya.

Namun, bersamaan diberlakukannya SP, beredar pula terusan pesan Whatsapp berisi kritik dari salah seorang dosen Sastra Indonesia (Sasindo). Pesan tersebut berisi dua poin kritikan mengenai SP yang sering dijadikan jalan pintas oleh mahasiswa malas dan anggapan mengenai anggapan peserta SP yang merasa berhak mendapat nilai aman karena telah mengeluarkan uang.

“Beberapa tahun lalu SP pernah diadakan dan dihentikan karena alasan kurang efektif disebabkan oleh beberapa hal di antaranya: 1. Mahasiswa yang malas masuk kuliah memanfaatkan SP sebagai ajang yangg dimanfaatkan sebagai jalan pintas mendapat nilai yg lebih aman dan cepat; 2. Mahasiswa peserta SP banyak yang merasa berhak mendapat nilai yang aman karena telah mengeluarkan uang; dan semoga dgn dibukanya SP kali ini hal-hal negatif seperti ini tidak lagi terjadi,” tulisnya.

Hingga tulisan ini diturunkan, Reporter Estetika belum dapat menghimpun informasi mengenai siapa pengirim pertama kritikan tersebut.

Reporter Estetika pun menemui Nensilianti, selaku Ketua Prodi (Kaprodi) Bahasa dan Sastra Indonesia (Sasindo). Mengenai pesan terusan tersebut, ia beranggapan bahwa benar saja SP dapat jadi jalan pintas mahasiswa malas untuk memperoleh nilai bagus jika tidak ada rambu yang tegas.

“Mungkin saja itu bisa terjadi kalau tidak ada rambu yang tegas, rambu yang jelas begitu,” terangnya.

Namun, ia tetap menyetujui program SP yang kembali diperadakan ini asal sesuai dengan mekanisme yang ada pada paduan.

“Kalau pelaksanaan sesuai dengan mekanisme yang ada pada panduan, maka saya setuju. Tetapi kalau asumsi-asumsi negatif yang muncul misalnya SP itu sebagai saran buat mahasiswa untuk membeli nilai, pelaksanaannya tidak sesuai dengan rambu, terlalu memudahkan, hal itu yang membuat saya tidak setuju,” katanya.

Senada dengan Nensi, Kaprodi Business English (BE), Fatimah Hidahyani Amin, pun menyutujui pengadaan program SP kembali dan menegaskan bahwa SP bukan jalan pintas bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi.

“Saya pribadi berpikir setuju saja, asal mekanisme pelaksanaannya tetap sesuai aturan dan SP bukan alasan untuk itu. Sudah ada aturan dan persyaratannya,” akunya.

Reporter Estetika pun memintai keterangan mengenai hal tersebut kepada beberapa mahasiswa yang mengikuti SP. Andi Siti Hajar Fahriza, mahasiswa Sastra Inggris (Sasing) angkatan 2015 yang mengikuti SP ini juga mengungkapkan bahwa dengan diperadakannya SP tahun inipun tak menjamin kelulusan seseorang.

“Tidak juga, saya pikir samaji dengan kuliah normal. Semuanya tergantung mahasiswanya, yang rajin dapat nilau bagus. Menurutku saya SP tidak menjamin kita akan lulus,” ungkapnya.

Sahril, WD 1 FBS UNM, juga turut menegaskan bahwa mahasiswa yang ikut program SP bisa saja mendapatkan nilai yang lebih buruk lagi apabila tidak memenuhi program SP yang berlaku.

“Untuk saat ini, mahasiswa yang program SP akan mendapatkan kemungkinan nilai yang lebih jelek lagi apabila tidak memenuhi program SP yang berlaku, misal tdak melakukan tatap muka sesuai dengan pertemuan yang diwajibkan,” tegasnya.

Estetikapers.

Mahasiswa Masih Ragu Daftar SP

Semenjak dibukanya kembali pendaftaran SP di FBS UNM pada 31 Mei lalu, Reporter Estetika mewawancarai 15 Mahasiswa hingga Selasa malam (18/6), tiga diantaranya mengaku mantap akan mengikuti SP, sembilan masih ragu, dan sisanya memilih tidak mengikuti SP.

Dari sembilan narasumber yang mengaku ragu, beberapa mengaku besarnya biaya SP yang mencatok sebesar Rp. 160.000 per Satuan Kredit Semester (SKS) masih menjadi pertimbangan.

Salah satunya Alma Nur Cahyani, Mahasiswa Sasindo angkatan 2016 yang menjelaskan bahwa meskipun SP membantu mempercepat mahasiswa yang ketinggalan banyak mata kuliah, namun masih tetap terkendala di biaya.

“Yah, bisa dibilang mempercepat sih, mahasiswa yang ada mata kuliahnya yang ketinggalan sudah bisa daftar SP, kan mumpung masih jadwal libur tapi bergantung lagi kalau ada biaya,” jelasnya

Senada dengan Alma, Ahcmad Ridwan Palilili, mahasiswa Prodi PBI angkatan 2016 pun beranggapan bahwa SP sangat menguntungkan mahasiswa namun masih menjadi kendala serius di biayanya.

“Sebenarnya SP sangat menguntungkan mahasiswa, hanya saja lagi-lagi kendala klasiknya karena program tersebut berbayar, jadi akan menjadi pertimbangan serius bagi mahasiswa yang kondisi ekonominya rendah,” jelasnya.

Pembayaran SP, sesuai dengan Panduan Pelaksanaan SP dikenai biaya Rp. 160.000/SKS yang digunakan untuk mendanai pengelolaan dan honorarium dosen pengampu.

Sebesar 60% dari biaya SP merupakan Honorarium dosen pengampu Mata Kuliah (MK) di SP, 20% akan digunakan sebagai pengelolaan di Program Studi, 10% untuk pengelolaan di Fakultas, dan 10% pengelolaan di Universitas.

Selain itu, beberapa diantaranya pun mengaku masih menunggu penginputan nilai di Sistem Informasi Akademik (SIA) UNM yang belum selesai, demi memenuhi syarat minimal Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dalam mengambil MK baru di SP.

Seperti tertera pada Panduan Pelaksanaan SP, bagi mahasiswa yang ingin mendaftar program SP, ada beberapa persyaratan dan aturan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Mahasiswa yang program KKN semester depan dapat mengikuti SP, selagi ia mahasiswa 2016 dengan IPK 3,5
2. Jumlah SKS yang boleh diSP kan maksimal sembilan SKS.
3. Jumlah peserta dalam 1 mata kuliah minimal 5 orang (masih ditinjau).
4. Tidak dapat bertemu langsung dengan dosen dan terjadi transaksi.

Mengenai hal tersebut, Sahril, WD 1 FBS UNM, pada 17 Juni 2019, pun mengimbau kepada setiap dosen pengampu MK untuk segera menuntaskan penginputan nilai mahasiswa.

“Penginputan nilai diimbau kepada seluruh dosen hari ini terakhir,” ungkapnya.

Reporter: TIM ESTETIKA

Related posts

KOMBAT UNM ADAKAN KOMBATALKS GUNA SIAPKAN PERKULIAHAN DI ERA NEW NORMAL

Editor Estetika
June 27, 2021

NUR INDAHSARI RADIN JADI WISUDAWAN TERBAIK FBS DENGAN IPK 3.98

Editor - Nurul Dwi Anugrah
April 24, 2024

DISKUSI MENUJU MUSKER, HMPS SASINDO HADIRKAN PENULIS PUISI KECERDASAN DIJAUHI KEBODOHAN DIPELIHARA

Editor Estetika
September 8, 2021
Exit mobile version