Makassar, Estetika – Dewan Mahasiswa (DEMA) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) mengadakan Webinar Nasional dalam rangka menyambut Milad Ke-17 DEMA JBSI FBS UNM via Zoom, Selasa (19/1).
Webinar yang membahas tentang pendidikan, sastra, dan budaya ini menghadirkan tiga pemateri, yakni Hasnawi Haris selaku ketua PGRI Sulsel dengan tema “Dekadensi Pendidikan dalam Geliat Kompetensi Global”, Muhiddin M Dahlan selaku penulis buku “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur” dengan tema “Melawan dengan Tulisan”, dan Arief Dg Rate selaku pemerhati budaya dengan tema “Ekstensi Sinrilik dalam Relasi Kultural Indonesia”.
Pemateri, Muhiddin M Dahlan, mengungkapkan bahwa pergerakan modern justru berasal dari dunia cetak.
“Pergerakan modern justru mengambil dunia cetak sebagai sentral pengungkapan protes, pemaksaan dan pendidikan politik, ideologi serta peneguhan sikap dihadapan raksasa kolonial,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa substansi pergerakan melawan kolonial bukan hanya mereka yang berani berbicara di atas mimbar, tetapi juga yang pandai dalam hal menulis.
“Sebuah tradisi panjang dalam pergerakan kita untuk melawan para kolonial lewat jalan cetak atau lewat jalan tulisan, substansinya adalah pemimpin sebuah pergerakan bukan hanya seorang pemikir yang tidak hanya pintar diatas mimbar, tapi juga pemimpin sebuah pergerakan ada juga yang merupakan seorang penulis, seperti Tirta Adisuryo,” tuturnya.
Sementara itu, pemateri budaya, Arief Dg Rate, menjelaskan definisi dari Sinrilik.
“Sinrilik merupakan sebuah cerita yang dibawakan dalam bentuk kisah yang bernada, diiringi dengan alat musik bernama keso-keso serupa dengan rebab dari Jawa,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga memaparkan eksistensi Sinrilik menurun dipengaruhi karena faktor jurusan.
“Di luar lingkungan bahasa dan sastra, mereka tidak terlalu mengakses atau mempelajari sinrilik itu. Banyak faktor eksistensi sinrilik ini menurun, salah satunya yaitu faktor jurusan. Mereka bukan anak sastra, bukan anak bahasa, bukan anak antropologi, serta tidak adanya ketertarikan,” paparnya.
Reporter: Siti Anisya