Makassar, Estetika – Lembaga Kemahasiswaan (LK) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) ikut serta dalam aksi serentak nasional tolak Omnibus Law dan isu pendidikan di depan Gedung DPRD, Jumat (14/8).
Aksi yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa Makassar (MAKAR) dan juga Komite Revolusi Pendidikan Indonesia ini mengangkat grand issue “Gagalkan Omnibus Law dan Gratiskan Pendidikan Selama Pandemi”. Aksi yang diikuti dua belas aliansi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Makassar ini menuntut sepuluh poin, yaitu:
- Menggagalkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (CILAKA)
- Mewujudkan Pendidikan Gratis selama Pandemi
- Wujudkan Kesehatan Gratis
- Tolak Undang-undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Pendidikan Tinggi, Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Negara, RUU Pertanahan, dan Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)
- Hentikan Kekerasan Akademik dan Wujudkan Demokratisasi Kampus
- Bebaskan Seluruh Aktivis Pro Demokrasi dan Hentikan Kriminalisasi Aktivis
- Hentikan Perampasan Ruang Hidup
- Tolak Kebijakan Kampus Merdeka
- Tolak Dwi Fungsi TNI-POLRI
- Adili Pelaku Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Aksi Omnibus Law yang menggunakan dresscode kemeja flannel kotak-kotak ini menggunakan masker dan hand sanitizer guna mematuhi protokol kesehatan.

Kordinator Lapangan, Marlin K, menjelaskan bahwa RUU CILAKA ini sangat berat sebelah.
“RUU CILAKA adalah RUU yang berat sebelah. Di mana lebih menguntungkan investor-investor dan para pengusaha sedangkan di sisi lain, merugikan rakyat sendiri. Bisa kita simpulkan bahwasanya pemerintah saat ini menjadikan tumbal rakyatnya sendiri untuk kesejahteraan para investor asing,” tuturnya.
Di sisi lain, Jendral lapangan MAKAR, Muh. Rizal berharap agar massa aksi tetap konsisten.
“Harapannya untuk teman-teman aksi untuk tetap konsisten dalam mengawal aksi penolakan onimbus law, karena rencananya aksi ini akan berjalan selama 3 hari, yakni pada tanggal 14,15, dan 16 Agustus,” harapnya.
Hingga massa aksi dibubarkan pukul 18.00 WITA, pihak pemerintah belum menemui atau memberikan tanggapan apapun.
Reporter: Alfira Damayanti