Parangtambung, Estetika – Biro Kegiatan Mahasiswa Jurusan (BKMJ) Bengkel Sastra (Bestra) Dewan Mahasiswa (DEMA) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar Sharing Karya buku sajak Aslan Abidin berjudul Orkestra Pemakaman, di Panggung Dg. Pamatte, Parangtambung, Jumat (16/11) dengan menghadirkan Arifin Muhammad, Jussiman Dessirua, Suaib Syamsul dan Satriani sebagai pembedah.

Suasana pembedahan buku “Orkestra Pemakaman” di Dg. Pamatte FBS UNM, Jumat, (16/11). Foto: Anisa Maulidiah Alam/Estetikapers

Buku sajak Orkestra Pemakaman merupakan buku sajak Aslan Abidin yang dicetak ulang penerbit Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2018 yang sepuluh tahun lalu (2008) pernah terbit dengan judul Bahaya Laten Malam Pengantin diterbitkan oleh Penerbit Ininnawa Makassar. Pada kesempatan itu, Arifin Muhammad sebagai pembedah pertama mengatakan bahwa, puisi-puisi yang diciptakan Aslan Abidin sangat mengambarkan pengalaman hidupnya, bagi dia, Aslan berhasil menuliskan sajak-sajaknya secara alami.

“Aslan Abidin pada sebagian besar puisinya bercerita tentang pengalaman hidupnya yang dihadapi dan memiliki penyeleksian sajak sehingga ia dapat membuat sajak-sajak secara alami serta menyebabkan lambatnya sebuah puisi yang ia tulis untuk diselesaikan,” ungkapnya.

Di kesempatan yang sama, Jusiman Dessirua, pembedah lainnya mengungkapkan bahwa sajak Aslan dalam buku Orkestra Pemakaman serupa sajak-sajak ala Amir Hamzah.

“Sajak-sajak Aslan Abidin dalam buku Orkestra Pemakaman begitu sangat teliti menempatkan kata-kata, serupa sajak-sajak ala Amir Hamzah,” katanya.

Aslan Abidin yang berkesempatan hadir dan berbicara mengenai karya-karyanya, Jumat, (16/11). Foto: Anisa Maulidiah Alam/Estetikapers.

Sementara itu, Aslan Abidin saat diberi kesempatan berbicara terkait proses kreatifnya menulis sajak, ia menjelaskan bahwa penulisan sajak yang ia tulis tak pernah luput dari pengalaman hidupnya.

“Dalam menulis sajak-sajak, saya selalu melihat kondisi sosial dari sudut pandang yang lebih dekat, bukan hanya sekedar melihat dari jauh kemudian memberikan penilaian, begitu juga dalam menulis sajak personal yang selalu berasal dari pengalaman pribadi saya,” jelasnya.

Lebih lanjut, “Setiap penyair, selalu dihadapkan pada cara menggunakan bahasa, tentang bagaimana ia memilih kata, ataupun merangkai kata, dalam penyampaian saya cenderung jujur dalam menyampaikan realitas dan kadang-kadang menggambarkan tubuh seperti kemaluan dan hal tabu lainnya,” terangnya.

Kegiatan ini baru berakhir pukul 18.24 Wita, ditutup dengan pembacaan sajak-sajak Aslan Abidin oleh empat pembedah: Jusiman Dessirua dengan sajak Memang Seperti Katamu, Suaib Syamsul dengan Rajah Diantara Kedua Buah Dada, Muhammad Arifin dengan Lirisme Buah Apel yang Jatuh Ke Bumi, dan Satriani dengan Sajak Terjemahan Matamu.

Reporter: Marlia Inayah & Maul