Makassar, Estetika – Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) diserang oleh sekelompok oknum tidak dikenal (OTK), Kamis (26/9) lalu.
Penyerangan tersebut terjadi sekitar pukul 13.00 saat perkuliahan sedang berlangsung dan dilakukan oleh OTK yang membawa senjata tajam (Sajam), seperti parang dan busur.
Akibat penyerangan tersebut, sejumlah fasilitas kampus mengalami kerusakan, termasuk kaca papan pengumuman dan beberapa jendela. Selain itu, insiden ini juga mengakibatkan dua orang mengalami luka-luka.

Salah seorang korban, Magi (nama samaran), mengatakan bahwa dirinya dihadang oleh beberapa OTK yang mengenakan masker dan memegang parang.
Magi menyebut bahwa ia mengalami luka di bagian kepala, wajah, dan tangan saat berusaha menghindar.
“Saya dihajar habis-habisan selama kurang lebih 25 detik, dan mendapat luka di sekitar kepala, muka, juga tangan,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa pihak birokrasi seharusnya dapat memperketat keamanan kampus agar kejadian tersebut tidak terulang.
“Saya harap lebih ketat lagi pengamanannya,” tuturnya.
Di sisi lain, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FBS UNM, Nur Alam, mengatakan bahwa BEM FBS telah mendampingi korban untuk mendapatkan perawatan medis serta pendampingan hukum.
“Kami memberikan pendampingan perawatan dan hukum kepada korban,” katanya.
Alam menambahkan bahwa alasan utama di balik terjadinya penyerangan masih belum diketahui.
“Kami juga tidak tahu kenapa segerombolan oknum menyerang dan melakukan tindakan anarkis,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni (WD III) FBS UNM, Syamsu Rijal, mengatakan bahwa birokrasi telah mengambil tindakan untuk mencari tahu pelaku di balik penyerangan tersebut.
“Sementara berjalan prosesnya yang pastinya tidak mudah dilakukan, sekali lagi tindakan ini tidak benar,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Syamsu Rijal juga menepis dugaan bahwa birokrasi membujuk korban untuk tidak melakukan laporan, melainkan hanya memberikan informasi mengenai langkah lain yang dapat diambil korban tanpa adanya paksaan.
“Tidak ada yang membujuk, kita hanya beri informasi tentang apa yang harus dilakukan, keputusan akhir ada pada korban,” katanya.
Reporter: Miftahul Jannah & Virgita Crustia Suli