Makassar, Estetika — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Makassar (UNM) menggelar seruan aksi bertajuk “Tuntaskan Problematika Internal UNM” di depan Gedung Phinisi, Jumat (10/10).
Aksi tersebut menjadi bentuk perlawanan mahasiswa terhadap berbagai persoalan yang dinilai belum terselesaikan di lingkungan internal kampus.
Beberapa isu yang menjadi sorotan utama dalam aksi ini antara lain keterlambatan pendistribusian jas almamater, dugaan pungutan liar di Mata Kuliah Umum (MKU), ketidakjelasan akses ruang kelas pada jam perkuliahan, serta desakan kepada Senat UNM untuk menyampaikan pernyataan sikap atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus.
BACA JUGA: POLEMIK JAS ALMAMATER BELUM USAI, BEM UNM NILAI PENGELOLAAN BELUM EFEKTIF

Jenderal Lapangan aksi, Ragil, mengatakan bahwa seruan ini lahir sebagai refleksi atas berulangnya persoalan internal yang belum tuntas. Menurutnya, mahasiswa tidak sekadar turun ke jalan untuk menolak, tetapi juga memberikan saran dan dorongan evaluatif kepada pihak universitas.
“Aksi ini bukan semata menolak, tapi bentuk refleksi dan dorongan agar pihak kampus mengevaluasi persoalan yang terus berulang,” katanya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Ketua Senat UNM, Resekiani Mas Bakar, menjelaskan bahwa senat memiliki batasan kewenangan dalam menangani kasus kekerasan seksual. Menurutnya, sesuai dengan Statuta UNM tahun 2018, senat hanya berfungsi memberikan pertimbangan kepada rektor dalam hal kebijakan akademik.
“Coba buka Statuta 2018, tugas senat itu jelas sekali. Senat adalah pemberi pertimbangan akademik,” katanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa proses penanganan pelanggaran yang melibatkan dosen menjadi kewenangan Komisi Etik, bukan Senat. Hasil investigasi dari komisi etik itulah yang kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi rektor untuk menetapkan keputusan.
“Jadi, semua pelanggaran yang dilakukan oleh dosen diserahkan kepada Komisi Etik untuk diinvestigasi,” jelasnya.
Menanggapi respon tersebut, Ketua Umum Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (Maperwa) UNM, Muh. Ikhwan Risqullah, menyayangkan pernyataan tersebut yang dinilai tidak merefleksikan pemahaman yang komprehensif terhadap Statuta UNM Tahun 2018, yang merupakan aturan turunan langsung dari Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Negeri Makassar.
“Dalam Statuta UNM, fungsi Senat tidak hanya terbatas pada aspek akademik, tetapi juga mencakup pengawasan terhadap penerapan norma, etika, dan kode etik sivitas akademika,” tegas Ikhwan.
Lebih lanjut, Ikhwan menjelaskan bahwa Pasal 30 ayat (2) Statuta UNM Tahun 2018 secara eksplisit menyebutkan bahwa Senat memiliki tugas dan wewenang dalam penetapan kebijakan, norma, etika, serta kode etik akademik, sekaligus bertanggung jawab dalam pengawasan terhadap penerapan norma dan kode etik sivitas akademika.
“Sivitas akademika tidak semata-mata merujuk pada kegiatan akademik, melainkan mencakup seluruh elemen yang menjadi bagian dari universitas, termasuk mahasiswa. Oleh karena itu, ketika mahasiswa menyuarakan isu pelanggaran etika, kekerasan seksual, atau ketidakadilan dalam kebijakan kampus, maka hal tersebut jelas masuk dalam ruang lingkup pengawasan yang menjadi tanggung jawab Senat,” jelasnya.
Menurut Ikhwan, Senat Universitas seharusnya tidak hanya menjadi simbol formalitas akademik, tetapi juga hadir sebagai penjaga nilai moral dan etika sivitas akademika.
Berbagai problematika yang terjadi di UNM mulai dari masalah almamater, pungutan liar, ketimpangan akses fasilitas, hingga kasus kekerasan seksual, senat memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk bersuara, menegakkan norma, serta memastikan terciptanya lingkungan kampus yang adil, aman, dan berintegritas.
Diamnya Senat di tengah berbagai persoalan tersebut bukanlah bentuk kebijaksanaan, melainkan pengabaian terhadap mandat etis lembaga yang seharusnya menjadi panutan dalam menjaga marwah universitas.
“Kami mendesak Ketua Senat UNM untuk meninjau kembali pernyataannya, memahami secara menyeluruh tugas dan tanggung jawab konstitusional lembaganya, serta menunjukkan sikap yang lebih terbuka terhadap kritik dan aspirasi mahasiswa,” ujarnya.
Ikhwan menambahkan, dalam sistem tata kelola universitas, Senat merupakan salah satu organisasi UNM sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Permendikti Saintek Nomor 34 Tahun 2025, dan ditegaskan dalam Statuta UNM terkait fungsi, tugas, serta wewenangnya.
“Sebagai organ pengambil kebijakan normatif dan etis, Senat memiliki tanggung jawab moral dan kelembagaan untuk menanggapi serta mengawasi problematika kampus. Tidak ada alasan bagi Senat untuk bungkam terhadap isu-isu krusial yang menyangkut etika, transparansi, dan keselamatan sivitas akademika Universitas Negeri Makassar,” pungkas Ikhwan.
Di sisi lain, Ragil menegaskan, BEM UNM akan terus menjadi mitra kritis dan pengimbang dalam mengawal persoalan sosial di kampus dan tidak menutup kemungkinan akan kembali menggelar aksi lanjutan.
“Kami akan kembali turun ke jalan untuk aksi jilid dua dengan gelombang yang lebih besar,” tutupnya.
Reporter: Riska & Miftahul Jannah
BEM UNM DESAK SENAT NYATAKAN SIKAP ATAS KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI KAMPUS