Sejak pandemi Covid-19 melanda, aktivitas pembelajaran tatap muka, berubah menjadi tatap maya. Akibatnya banyak mahasiswa yang mahasiswa belum pernah merasakan hiruk piruk dunia kampus secara nyata karena terkurung jeratan pandemi. Salah satunya angkatan 2020. Tentu banyak mahasiswa mencoba menjalani masa pendidikannya yang diisi dengan nilai tinggi dan goresan prestasi. Namun, beberapa dari mereka terlalu nyaman bersantai ria. Cita-cita yang selalu dikobarkan sejak awal mendapat panggilan ‘mahasiswa’, nampaknya harus dikubur dalam-dalam, kecuali mereka memutuskan untuk berubah.
Keadaan yang berubah, keadaan yang tidak sama dengan masa sekarang kemudian direkatkan kata perubahan sebagai perwakilan dua kalimat itu. Tranformasi pemakaian masker di ranah masyarakat, dari sebelumnya sangat jarang dipakai berubah menjadi barang wajib yang harus selalu dibawa pada masa sekarang, itulah perubahan-perubahan dan terjadi seiring dengan berjalannya kehidupan.
Manusia adalah makhluk yang tidak statis. Erat dengan perubahan yang menempel disetiap sendi kehidupannya. Bahkan ketika mencalonkan diri sebagai perwakilan rakyat pun, kata perubahan tidak henti-hentinya digaungkan para calon. Hal ini membuktikan bahwa perubahan memang menempel pada makhluk bumi, entah itu perubahan iklim, perubahan sosial, perubahan Undang-undang dan banyak lagi.
Kita yang hidup dizaman serba teknologi ini, menyebabkan banyak sekali perubahan yang terjadi dalam kehidupan. Teknologi yang merebak dalam segala aspek membuat manusia sulit menghindari perubahan itu. Contohnya saja, dulu kita harus ke pasar atau ke mall untuk membeli baju. Akan tetapi sekarang, cukup berdiam di rumah kita dapat membeli baju yang diinginkan tanpa harus repot ke luar rumah. Perubahan terjadi bukan tanpa sebab. Melainkan terdapat faktor pendorong yang mengerakkan perubahan iru sendiri, diantaranya orientasi ke masa depan, penduduk yang heterogen, sistem masyarakat yang terbuka dan sistem pendidikan formal yang maju.
Semua pasti menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Namun, bukan hal mudah untuk mewujudkan cita-cita umat itu. Perlu kerja keras dan kerja sama dari semua pihak. Ibarat ingin bepergian ke tempat yang baru, kita butuh transportasi, makanan, hingga materi untuk dapat sampai di tempat itu. Tanpa transportasi, makanan maupun materi mustahil bisa mencapai tujuan.
“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia,” kata Nelson Mandela, seorang revolusioner antiapartheid sekaligus mantan presiden Afrika Selatan pada tahun 1994-1999 yang berhasil memenangkan salah satu nobel perdamaian dunia. Menilik ucapan seorang tokoh berpengaruh, kita dapat menarik satu benang merah. Bahwasannya untuk mewujudkan sebuah perubahan di dunia, maka siasat yang paling tepat digunakan adalah pendidikan. Pendidikan menjadi kunci penting pendorong terjadinya perubahan yang lebih baik. Perubahan yang mampu membuat seluruh warga bumi merasa sejahtera. Pendidikan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi dalam diri, membangun karakter dan mengubah pola pikir, sehingga dapat menciptakan suatu perubahan.
Melihat peran pendidikan yang krusial ini, tentunya pendidikan harus terselenggarakan untuk semua manusia. Bukan hanya secuil kecil yang dapat menikmatinya. Semua manusia berhak dan harusnya memiliki kesempatan mengarungi lautan ilmu yang menjadi kebutuhan.
Memoles kacamata lebih jauh, di Indonesia hanya sekitar 8,5 persen penduduk yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi. Hal ini berarti tidak semua orang dapat memperoleh jenjang pendidikan yang sama. Dari semua penduduk kita ada yang hanya lulus Sekolah Dasar (SD) bahkan ada pula yang tidak sekolah. Ilmu memang tidak hanya didapat dari sekolah, akan tetapi dengan bersekolah kita memiliki sarana ilmu yang lebih terjamin.
Permasalahan mengenai pendidikan bak pohon dengan cabang yang banyak. Mulai dari kesempatan akses pendidikan yang sulit. Faktor yang paling mempengaruhi itu adalah ekonomi yang tidak memadai. Banyak dari kita yang menyadari pentingnya pendidikan, akan tetapi terhalang oleh materi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pendidikan memang bukan barang murah. Lantas, tugas siapakah yang bisa memastikan pendidikan bisa diakses semua kalangan tanpa harus memikirkan biaya?. Tentunya itu menjadi tanggung jawab bersama, akan tetapi yang berperan lebih besar adalah pemerintah. Menyoal hal lain, sistem pendidikan juga menjadi realita yang perlu disorot. Salah satunya kurikulum yang masih bersifat teoritis. Padahal teori dan praktek perlu diseimbangkan guna menunjang kemampuan pelajar.
Sebagai makhluk bumi yang menginginkan perubahan menuju kehidupan lebih baik, kita harusnya mengusahakan perubahan itu terjadi. Usaha seorang diri tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Maka dari itu, perlu kerja kolektif untuk mewujudkan perubahan dengan siasat pendidikan.
Penulis: Aulia Ulva