Feature

MAPPADENDANG, MAMMENCAQ DAN MATTOJANG SEBAGAI BENTUK KESYUKURAN

Pinrang, Estetika – Desa Masolo, kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan merupakan salah satu desa yang ada di Pinrang. Beragam budaya dan tradisi mengenai kepercayaan nenek moyang masih kental hingga saat ini, diantaranya yaitu perayaan pesta panen sebagai rasa syukur masyarakat setempat.

Pengadaan pesta panen ini biasanya dihadiri oleh pemerintah setempat pemangku adat dan masyarakat serta melibatkan para remaja untuk menampilkan Tari Paduppa sebagai pembuka dan sambutan terhadap Bupati Pinrang serta tari Panggalung sebagai pengisi acara.

Tradisi Pesta Panen dilakukan setiap 6 bulan sekali yaitu pada akhir panen. Selaku ketua panitia pelaksana saat ini, Syahrul, mengatakan bahwa pesta panen diadakan sebagai rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada masyarakat petani.

“Tradisi pesta panen ini merupakan tradisi yang turun temurun dari nenek moyang, sebenarnya tidak wajib dilakuakan hanya saja sebagai bentuk kegembiraan masyarakat desa Masolo dan biasanya diadakan sekali setahun tetapi jika masyarakat ingin terkadang diadakan 2 kali dalam setahun,” ungkapnya.

Lebih lanjut, menurutnya, kebiasaan masyarakat dalam mensyukuri pemberian tuhan, seperti yang dilakukan oleh masyarakat desa Masolo patut dilestarikan guna sebagai ajang silaturahmi.

“Sedikit banyaknya hasil yang para petani dapat, kita harus tetap mensyukurinya. Selain itu, dalam penyelenggaraan pesta panen ini juga dapat membentukkan keakraban antara masyarakat desa untuk tetap saling menjalin silaturahmi,” tutupnya.

Perayaan pesta panen diadakan setelah para petani berhasil memanen padi mereka. Dalam perayaan pesta panen, masyarakat Desa Masolo melakukan tiga tradisi yakni Mappadendang, Mattojang dan Mammencaq.

1. Mappadendang

Source: int.

Mappadendang atau dengan kata lain mappdekko berarti irama/ alunan bunyi. Pada umumnya tradisi mappadendang dilakukan di malam hari sewaktu bulan purnama, selain itu diselenggarakan pada saat terdapat upacara tertentu, seperti perkawinan dan pesta panen. Nah, di desa Masolo ini masyarakatnya melakukan tradisi mappadendang sebagai tanda rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas apa yang telah dilimpahkan sehingga hasil pertanian mereka berhasil. Berlangsungnya acara tersebut selama tiga hari dan paling lama satu minggu. Para pemain Padendang tersebut diharuskan menggunakan baju adat Sulawesi Selatan atau paling tidak menggunakan baju seragam agar saat bermain nanti adat suku Bugis mereka terlihat kental.

2. Mammencaq

Source: int.

Mammencaq atau masyarakat lebih mengenalnya dengan Pencak Silat. Tradisi ini dimainkan oleh dua orang atau lebih dari kaum laki-laki yang merupakan masyarakat dari desa tersebut. Mammencaq adalah perpaduan dari tradisi mappadendang yang kemudian dijadikan satu, sebab pada saat alunan irama padendang bunyi maka mammencaq juga ikut dalam irama tersebut. Adapun fungsi dari diadakannya mammencaq atau pencat silat ini guna sebagai pembentukan pribadi yang tabah, cekatan serta terampil dan ksatria. Permainan yang disertai dengan seni gerakan ini merupakan satu yang perlu dikembangkan dan dilestarikan sebagai suatu budaya bangsa kita yang arif.

3. Mattojang

Source: int.

Mattojang (Bugis) biasa pula disebut Maqpare atau Aqtoweng dalam bahasa Makassar, yang berarti mengayun (ayunan). Mattojang merupakan rangkaian dari pesta panen sebagai salah satu ekspresi masyarakat yang bergembira ria. Tradisi ayunan yang dimaksud bukanlah ayunan biasa. Masyarakat desa terkadang menyebutnya ayunan raksasa, dimana warga Masolo bergotong royong membuatnya dari 4 pohon pinang dan beberapa bambu sebagai penguat serta rota, yang ditancapkan pada persawahan milik salah satu warga yang telah dipanen. Permainan ini dilakukan dari pagi sampai sore hari selama 3 hingga 7 hari lamanya. Adapun cara mengayunnya, dilakukan oleh 4 kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang disebut pangngambang/ padere dengan menggunakan tali panjang dan yang berayun disebut pattojang/ pattoweng. Hal itu dilakukan seterusnya silih berganti hingga mereka puas.

Seperti itulah berbagai tradisi yang masyarakat Bugis, khususnya masyarakat desa Masolo lakukan dalam mensyukuri hasil panen mereka.

Reporter: Nur Safitri

Related posts

A’DINGING-DINGING, RITUAL TOLAK BALA MASYARAKAT KEPULAUAN SELAYAR

LPM Estetika FBS UNM
February 13, 2018

UPAYA TINGKATKAN AKSES PENDIDIKAN PENGUNGSI ANAK: MIMPI YANG BERTABRAKAN KEBIJAKAN

Editor - Esse Shalsadilla
September 9, 2023

MAPPALEPPE NIA’ DI SUNGAI BEJO SINJAI

LPM Estetika FBS UNM
July 14, 2018
Exit mobile version