Nalar, Opini

INDONESIA DARURAT BULLYING

Bullying sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan saat ini bullying telah menjadi kebiasaan disekolah-sekolah. Bullying seolah telah menjadi bagian dari “tradisi” bagi siswa di sekolah. Bullying berpengaruh bukan hanya secara psikologis, melainkan juga biologis. Dalam sebuah penelitian terbaru, terbukti bahwa kasus bullying dapat mengakibatkan pengecilan ukuran otak korbannya. Dari penelitian tersebut didapati bahwa bullying menimbulkan perubahan secara biologis pada bagian otak korbannya. Ada sebuah bagian yang ukurannya mengecil secara signifikan. Bagian otak ini dikenal dengan nama putamen dan caudate yang berkontribusi pada perilaku seseorang. Dua bagian ini mempengaruhi sensitifitas, rentang perhatian, dan pemrosesan emosi.

Data hasil riset Proggramme for International Student Assesment (PISA) 2018 menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1 %. Angka murid korban bully ini jauh di atas rata-rata negara anggota (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang hanya sebesar 22,7%. Selain itu, Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami bullying.

“Hitam, gendut, autis, sok cantik, sok pintar” kata-kata itu seringkali membuat seseorang merasa insecure pada dirinya sendiri. Walaupun hanya untuk bahan bercandaan, namun kadang apa yang kita katakan bisa saja menyakiti hati orang lain. Sindiran seperti ini sudah termasuk bullying, pelakunya pun selalu menampik “Tapi itu hanya sekedar kata!? Bercanda itu!.” Bercanda tapi dilakukan setiap hari? Parahnya, saat ini kasus bullying tidak hanya sesama siswa, namun bullying siswa terhadap guru pun telah terjadi bahkan sampai mencederai korban. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, bagaimana bisa seorang murid mencelakai gurunya sendiri? Dalam hal ini tentu pihak sekolah dan orang tua harus benar-benar memperhatikan anak-anaknya.

Tapi terkadang, masih saja ada guru yang merasa tidak peduli dengan bullying yang dilakukan di kelas. Seperti pada saat saya berada di sekolah menengah atas (SMA) seorang teman yang berkebutuhan khusus sering diejek, beberapa siswa yang lain telah melaporkan ini pada pihak sekolah namun mereka tidak peduli bahkan guru BK (Bimbingan Konseling) kami ikut menyalahkan murid yang berkebutuhan khusus tadi. Sebagai siswa kami pun sudah tidak bisa berbuat apa-apa karena bahkan pihak sekolah pun tidak peduli.

Salah satu kegiatan yang juga mengandung unsur bullying adalah OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Ospek seringkali menjadi wadah bullying bagi para senior terhadap juniornya. Para senior menyuruh mahasiswa baru untuk melakukan sesuatu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kampus, jalan jongkok, tiarap, push-up, diberi julukan aneh dan lainnya. Mungkin mereka bilang tujuannya untuk menguatkan mental tapi caranya salah. Kami ingin kuliah bukan jadi tentara!

“Di luar negeri generasi muda diperlakukan secara manusiawi dan dididik untuk menjadi pemimpin, di Indonesia generasi muda diperlakukan tidak wajar dan diajarkan agar tunduk pada penguasa dan menjadi penindas kaum lemah,” – Ardiansyah.


Saat ini bullying bahkan semakin mudah dilakukan dengan adanya media sosial. Seseorang yang tidak saling mengenalpun bisa melakukan bullying (Cyber Bullying). Cyber Bullying biasanya dilakukan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab menulis kata-kata di kolom komentar yang membuat seseorang merasa terintimidasi.

Dalam kasus Cyber Bullying, pihak-pihak berwajib memang telah memberantasnya dengan baik. Namun bagaimana dengan kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah? Apakah demi menutupi nama baik sekolah siswa harus jadi korban? Haruskah siswa diam terhadap kasus bullying hanya karena mereka diancam tidak lulus dan akan dikeluarkan dari sekolah?

Bullying telah memakan banyak korban entah mereka, sedih, cedera, stress, frustasi, depresi, bahkan sampai kehilangan nyawa. Dari banyaknya kasus bullying yang terjadi hanya beberapa yang terlihat dan ditindak lanjuti. Untuk itu kita sebagai generasi penerus tentu tidak ingin hal seperti ini berlanjut dan sudah seharusnya kita bergerak untuk ini. Langkah paling awal yang harus kita lakukan adalah dengan sosialisasi, yang memungkinkan kita untuk membahas dampak yang akan terjadi pada korban maupun pelaku bullying. Pihak-pihak terkait pun harus lebih tegas dalam memberantas kasus bullying di sekolah-sekolah.


Nama: Nindi Rika Riani
Prodi: PBI

Related posts

DAMAILAH PALESTINA DAN ISRAEL

Editor Estetika
June 10, 2021

PENGGUNAAN DOMPET DIGITAL: LEBIH HEMAT DAN MEMBERIKAN KEMUDAHAN?

Editor Estetika
December 1, 2021

PENDIDIKAN OH PENDIDIKAN

LPM Estetika FBS UNM
June 5, 2017
Exit mobile version